:: SELAMAT DATANG - SUGENG RAWUH - WELCOME ::

WEBSITE LKSA DARUL HADLONAH BOYOLALI

Gedung Asrama Anak Asuh Putri

LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Gedung Asrama Anak Asuh Putra

LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Foto Bersama dalam Acara Penyerahan Sertifikat Akreditasi LKSA

Alhamdulillah LKSA Darul Hadlonah sudah terakreditasi

Kunjungan BALKS ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Tim Asesor Akreditasi LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

TEPAK (Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga)

Kegiatan TEPAK LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Character Building

Kegiatan Karakter Membangun Karakter di LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Indahnya berbagi antar sesama

Makan Bersama Donatur di LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Yonif Raider 408/SBH Berbagi

Kegiatan Bakti Sosial Yonif Raider 408/SBH ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Pelatihan Metodologi Qiroati LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Pelatihan Metodologi Qiroati di Asrama Putra LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Thursday, December 5, 2019

Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)


A. Pengertian Anak Berhadapan dengan Hukum

Permasalahan perlindungan anak di Indonesia semakin tahun semakin berat dan kompleks. Salah satu persoalan yang serius dan mendesak untuk diperhatikan adalah masalah penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). 
Persoalan ini cukup serius karena: 
1) dalam proses peradilan cenderung terjadi pelanggaran hak asasi manusia, banyak bukti menunjukkan adanya praktek kekerasan dan penyiksaan terhadap anak yang masuk dalam proses peradilan;
2) perspektif anak belum mewarnai proses peradilan; 
3) penjara yang menjadi tempat penghukuman anak terbukti bukan merupakan tempat yang tepat untuk membina anak mencapai proses pendewasaan yang diharapkan; 
4) selama proses peradilan, anak yang berhadapan dengan hukum kehilangan hak-hak dasarnya seperti hak berkomunikasi dengan orang tua, hak memperoleh pendidikan, dan hak kesehatan, dan 
5) ada stigma yang melekat pada anak setelah selesai proses peradilan, sehingga akan menyulitkan dalam perkembangan psikis dan sosial ke depannya.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi pidana.

B. Faktor Penyebab Anak Berhadapan dengan Hukum

Faktor penyebab ABH dikelompokkan ke dalam faktor internal dan faktor eksternal. 
Penyebab  internal ABH mencakup: 
(a) Keterbatasan kondisi ekonomi keluarga ABH; 
(b) Keluarga tidak harmonis (broken home);
(c) Tidak ada perhatian dari orang tua, baik karena orang tua sibuk bekerja  ataupun bekerja di luar negeri sebagai TKI. Sementara, 
Faktor Eksternal ABH, antara lain: 
(a) Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak; 
(b) Lingkungan pergaulan anak dengan teman-temannya yang kurang baik; 
(c) Tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi hatinya;
(d) Kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum.

C. Permasalahan Anak Berhadapan dengan Hukum

Berbagai permasalahan yang dihadapi ABH, antara lain: 
(a) mereka menghadapi proses persidangan dan dimasukkan dalam penjara; 
(b) Seluruh ABH yang menjalani masa hukuman di Rumah Tahanan tidak lagi melanjutkan sekolahnya; 
(c) Ruangan dan rumah tahanan sangat tidak representatif untuk anak-anak karena ABH di rutan bercampur dengan Napi dewasa; 
(d) ABH senantiasa mendapat julukan/label dari masyarakat sebagai  “narapidana” atau anak nakal;
(e) Kesadaran lembaga penegak hukum tentang pentingnya perspektif anak dalam penanganan ABH dengan pendekatan restoratif belum diselenggarakan sepenuhnya. 

D. Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum

Penanganan anak yang berkasus hukum selama ini masih sangat kurang memihak kepada anak dan belum sepenuhnya memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Salah satu kelemahan penanganan anak di pengadilan, dicontohkannya, masih belum banyak pengadilan negeri di Indonesia yang memiliki ruang tunggu anak. Bahkan saat pengadilan anak digelar, masih banyak atribut pengadilan yang melekat di ruangan. Seperti, baju hakim, palu, foto presiden dan wapres serta podium saksi. Situasi ini jelas tidak memihak dan memperhatikan mental anak. penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) harus sesuai dengan konvensi hak-hak anak yang telah diratifikasi dengan kepres No 36 tahun 1990 yang mengamanatkan bahwa proses hukum dilakukan sebagai langkah terakhir dan untuk masa yang paling singkat dan layak. Dan penghukuman pidana pada anak hendaknya dihindarkan dari penjara anak.

Kebutuhan dalam proses penanganan ABH adalah: 
(a)  Proses penanganan ABH hendaknya mengutamakan pendekatan restoratif; 
(b) perlu ada sinergisitas antara lembaga-lembaga yang terkait baik penegak hukum maupun lembaga pemerintah termasuk tokoh masyarakat dalam menyelesaikan kasus ABH; 
(c) perlu diupayakan proses penanganan ABH berbasis komunitas/masyarakat;  
(d) proses penanganan ABH Di tingkat lembaga penegak hukum harus responsif kebutuhan anak dan mengarah pada kepentingan terbaik anak.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Monday, November 18, 2019

Menjadi Orangtua/ Pengasuh yang Lebih Baik (Part-2)


- Melibatkan ayah dalam pengasuhan sehari-hari
Peran ayah tidak tergantikan, ayah dan ibu memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengasuh anak. Meskipun ibu yang mungkin lebih banyak berperan dalam pengasuhan sehari-hari, namun peran ayah sangatlah penting dalam kehidupan anak dan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap anak. Kasih sayang dari seorang ayah yang ditunjukkan dalam sikap, perilaku dan tutur kata kepada anak akan membantu anak meningkatkan kemampuan sosial dan kemampuan akademik di sekolah.

- Ayah dan ibu bekerjasama dalam pengasuhan
Ketika ibu dan ayah sebagai orangtua bekerjasama dalam mengasuh anak, tanggung jawab pengasuhan akan terasa lebih ringan. Hal ini juga memberikan contoh yang baik kepada anak tentang bekerjasama. Agar menjadi lebih kompak, sebagai orangtua, ibu dan ayah dapat memulainya dengan 
meluangkan waktu untuk berdiskusi dan menyepakati cara pengasuhan yang ingin diterapkan,  misalnya menyepakati pembagian tugas dalam pengasuhan sehari­ hari, menyepakati cara untuk  mengatasi perilaku buruk anak dan sebagainya. Ketika orangtua telah memiliki kesepakatan mengenai cara pengasuhan, hal berikutnya yang menjadi tantangan adalah melaksanakan dengan konsisten kesepakatan tersebut.
Ada kalanya saat anak ingin mendapatkan sesuatu yang tidak bisa didapatkan dari lbu, ia bisa mendapatkan dari ayah dengan menggunakan trik rengekan. Untuk itu, sangat diperlukan kesepakatan antara ayah dan ibu dengan melibatkan anak, tentang apa saja yang boleh dan yang tidak boleh, serta konsekuensi dari  hal  tersebut.  Lalu, yang terpenting  adalah  tetap  melaksanakan kesepakatan yang telah dibuat bersama secara konsisten.

- Membuat keputusan bersama  dan melaksanakan dengan konsisten
Orangtua yang baik bersikap konsisten. Anak mengenali dan mencoba memahami reaksi yang akan ia dapatkan ketika ia melakukan sesuatu. Misalnya  anak akan mengetahui bahwa  ia  akan selalu mendapatkan senyuman dan pujian dari orangtua jika ia melakukan hal yang baik, dan akan selalu mendapatkan tindakan tegas orangtua jika makukan halyang tidak benar. Sikap konsisten ini juga berarti sikap kedua orangtua adalah sama. Misalnya ketika salah satu orangtua memberikan respon yang positif terhadap perilaku baik anak, maka orangtua yang satunya lagi juga memberikan respon yang sama. Dengan adanya konsistensi, anak akan belajar memahami apa yang diharapkan orangtua  terhadapnya dan memahami batasan-batasan dalam hidup.

- Menghindari konflik di hadapan anak
Dalam kehidupan berumah tangga, terkadang ayah dan ibu memiliki perbedaan pendapat, hal ini sangat wajar. Yang penting untuk diingat adalah cara ayah dan ibu dalam menghadapi perbedaan pendapat akan menjadi contoh bagi anak dalam menghadapi perbedaan pendapat dengan orang lain di kemudian hari, bahkan ketika menghadapi perbedaan pendapat dengan orangtuanya sendiri. Pertengkaran orangtua dihadapan anak memberikan pengaruh yang tidak baik dalam perkembangan kemampuan belajarnya di sekolah, kemampuan berkonsentrasi dan kepercayaan diri, bahkan beberapa anak akan menjadi agresif.

Menjadi Orangtua/ Pengasuh yang Lebih Baik (Part-1)

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Menjadi Orangtua/Pengasuh yang Lebih Baik (Part-1)

Orangtua Sebagai Panutan Bagi Anak
Untuk menjadi orangtua yang baik tidak ditentukan oleh status ekonomi, sosial, ataupun latar belakang pendidikan tetapi ditentukan oleh sikap  dan perilaku sebagai orangtua. Anak-anak akan meniru sikap dan perilaku orangtua. Apa yang ditiru oleh anak dari orangtuanya akan menjadi  sebuah kebiasaan yang kemudian mempengaruhi pembentukan karakter anak. 
Berikut ini merupakan sikap dan  perilaku orangtua yang perlu dimiliki agar menjadi orangtua yang  lebih baik :

- Orangtua yang baik memiliki  konsep diri yang positif 
Ketika orangtua memiliki pikiran yang positif terhadap diri dan kehidupannya, maka hal ini akan mendorong untuk berperilaku dan bertutur kata dengan baik pula kepada orang lain, termasuk kepada anak. Orangtua merasa positif terhadap dirinya sendiri >> berperilaku baik kepada anak. Orangtua merasa buruk/negatif terhadap dirinya sendiri >>  berperilaku buruk kepada anak

- Orangtua yang baik penuh kasih sayang dan tidak melakukan kekerasan
Orangtua dengan latar belakang ekonomi rendah cenderung berfikir mereka tidak dapat menjadi orangtua yang baik karena kekurangan materi yang bisa diberikan kepada anak. Padahal yang paling dibutuhkan anak adalah kasih sayang. Uang dan pendidikan orangtua tidak akan dapat menggantikan cinta dan kasih sayang yang dimiliki  orangtua terhadap anak.
Menunjukkan kasih sayang tidak melakukan kekerasan dan konsisten Setiap orangtua pasti  menyayangi anaknya dan memiliki cara yang berbeda-beda untuk menunjukkan kasih sayang kepada anak. Ada yang menunjukkan kasih sayang dengan menuruti semua keinginan anak, ada yang dengan menjadi pendengar yang baik setiap kali anak bercerita, ada yang memberikan batasan-batasan kepada anak, lalu ada yang berupa kombinasi dari berbagai cara tersebut. Tidak semua cara menunjukkan kasih sayang merupakan cara yang baik. Cara yang paling tepat  untuk menunjukkan  kasih sayang adalah dengan bersikap lembut dan bertindak cepat dan tepat dalam memenuhi kebutuhan anak.
Kebutuhan anak berbeda dengan keinginan anak. Orangtua yang baik tidak selalu memberikan atau memenuhi keinginan anak, tetapi selalu memberikan apa yang menjadi kebutuhan mereka, termasuk memberikan perhatian kepada anak. Orangtua perlu menunjukkan sikap yang baik dan perhatian terhadap anak, sensitif terhadap berbagai hal yang dialami dan dikatakan anak dan cita-cita mereka.
Selanjutnya, kasih sayang dapat  ditunjukkan dengan tidak melakukan kekerasan kepada anak, baik kekerasan dalam tutur kata, ekspresi wajah, maupun kekerasan fisik. Orangtua yang baik tidak melakukan kekerasan terhadap anaknya. Terkadang orangtua merasa kesal atau marah dalam menghadapi sikap anak, ini merupakan hal yang wajar. Namun orangtua perlu belajar untuk  mengontrol diri sendiri dan tidak menunjukkan kemarahan dalam bentuk kekerasan pada anak. Orangtua dapat bersikap tegas tanpa perlu mengasari anak. Anak-anak dapat melihat kemarahan di wajah dan gerak-gerik orangtua, mereka juga dapat mendengar kemarahan lewat intonasi suara. Selalu ingat bahwa anak akan belajar dari apa yang mereka lihat, dengar dan dapatkan dari orangtua.
Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Sunday, November 10, 2019

Gambaran Modul PKA (Penguatan Kapasitas Anak) Part-2


Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), dilaksanakan dengan mensinergikan dua pendekatan utama yaitu  Bantuan Tunai Bersyarat atau Conditional Cash Transfer (CCT) dan rehabilitasi sosial. Bantuan tunai bersyarat, berupa pemberian bantuan uang tunai dalam bentuk tabungan kepada anak dan uang tunai tersebut diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan makanan dan gizi anak dan pengurusan Akta Kelahiran Anak. Sementara, rehabilitasi sosial diarahkan pada penguatan kapasitas anak dan keluarga.

Berdasarkan data bulanan Kementerian Hukum dan HAM per 23 Desember 2014 melaporkan adanya 773 anak berstatus sebagai tahanan dan 2.657 anak berstatus sebagai narapidana. Data Susenas 2013, menunjukkan adanya 24,8 juta anak yang berada pada kondisi miskin dan rentan (25% kuintil terbawah). Data Kemensos 2013 menunjukkan terdapat sekitar 205,7 ribu anak yang berada dalam pengasuhan/pengawasan panti asuhan. 

Berdasarkan kondisi tersebut, penanganan permasalahan anak perlu terus dilakukan. Masih belum meratanya pelayanan terhadap anak di setiap daerah dan adanya kebutuhan penanganan anak terutama yang dilakukan oleh masyarakat (community base) adalah menjadi alasan perlunya penanganan permasalahan anak secara terencana dan berkesinambungan. 

Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah adanya perubahan pendekatan, yaitu dari pendekatan klaster ke pendekatan non-klaster (penanganan permasalahan anak oleh Sakti Peksos berdasarkan pengelompokan klaster tertentu ke pendekatan berdasarkan semua klaster (multi klaster), dan dari pendekatan kelembagaan ke pendekatan berbasis wilayah (dari satu panti ke beberapa panti). 

Perubahan pendekatan ini dilakukan karena setiap wilayah memiliki jumlah LKSA yang tidak sama, sehingga terjadi kesenjangan antara jumlah LKSA dengan jumlah Sakti Peksos di setiap wilayahnya).
Konsekuensi adanya perubahan paradigma tersebut, menuntut keterlibatan masyarakat dalam penanganan permasalahan anak. Dengan demikian, masyarakat memiliki kewajiban dan tanggungjawab terhadap perlindungan anak yang dilaksanakan melalui peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014, kewajiban dan tanggungjawab atas penyelenggaraan perlindungan anak diberikan kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali.

Berdasarkan hal tersebut, TEPAK sebagai salah satu kegiatan PKSA yang bertujuan untuk penguatan kapasitas anak dan keluarga dapat dilakukan bukan hanya di lembaga (LKSA), tetapi dapat dilakukan di masyarakat. Untuk itu, TEPAK diharapkan dapat menjadi gerakan yang masif di masyarakat.

Gambaran Modul PKA (Penguatan Kapasitas Anak) Part-1

Dikutip dari berbagai sumber


|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Gambaran Modul PKA (Penguatan Kapasitas Anak) Part-1


Dalam UUD 1945 Pasal 28 B Ayat (2) ditegaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Pemerintah menyadari bahwa pembangunan yang menjamin keadilan untuk semua (justice for all) harus menjadi pengarusutamaan (mainstreaming) dalam strategi pembangunan nasional maupun daerah, termasuk dalam pemenuhan hak anak.  Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional, diperlukan penyempurnaan program bantuan sosial berbasis keluarga khususnya bidang rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak dengan kecacatan, anak berhadapan dengan hukum, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus yang dilayani, dilindungi dan direhabilitasi di lembaga dan di luar lembaga (berbasis keluarga). 

Selanjutnya, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan ditetapkanProgram Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) sebagai program prioritas nasional yang meliputi Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita, Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar, Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Program Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kecacatan dan Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus. 

Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden, kemudian ditetapkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 15A/HUK/2010 tentang Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). PKSA merupakan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak, yang meliputi: bantuan/ subsidi pemenuhan kebutuhan dasar, aksesibilitas pelayanan sosial dasar, penguatan tanggung jawab orang tua/ keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.


Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Sunday, October 27, 2019

Gambaran TEPAK (Temu Penguatan Anak dan Keluarga)


Apa itu TEPAK?
TEPAK (Temu Penguatan Anak dan Keluarga) adalah meliputi Penguatan Kapasitas Anak (PKA) dan Penguatan Kapasitas Keluarga (PKK). PKA adalah upaya peningkatan keterampilan anak dalam mengatasi masalah (coping skill) dan daya tahan anak terhadap berbagai situasi dan masalah yang dihadapi anak (resilience). PKA adalah kegiatan dukungan untuk dan bersama anak penerima manfaat yang disiapkan secara terstruktur dan terencana untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan hidup anak. Sementara, PKK berhubungan dengan peningkatan keterampilan orang tua/pengasuh dalam pengasuhan anak (parenting skill), dan kelekatan/kedekatan orang tua/pengasuh dengan anak (attachment). PKK adalah kegiatan dukungan dalam bentuk pertemuan/penyuluhan/diskusi langsung dengan orangtua/pengasuh anak, yang disiapkan secara terstruktur dan terencana, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam memberikan pengasuhan dan perlindungan bagi anak.

Tujuan TEPAK
Tujuan TEPAK adalah untuk meningkatkatkan kapasitas anak dan keluarga. Anak yang dimaksudkan di sini adalah anak yang berada di dalam lembaga maupun anak yang berada di lingkungan masyarakat.

Bagaimana TEPAK itu dilakukan?
Kegiatan TEPAK dapat dilakukan di LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) dan di masyarakat, dan dilaksanakan oleh Sakti Peksos (Satuan Bakti Pekerja Sosial) atau LKSA/masyarakat dengan sasaran pada anak dan keluarga.

Hasil yang diharapkan dari TEPAK
Dari pelaksanaan Program TEPAK ini diharapkan menghasilkan beberapa hal penting sebagai berikut :
  • Menguatnya/meningkatnya kapasitas anak dalam mengatasi masalahnya dan anak memiliki daya tahan terhadap berbagai situasi yang dihadapinya.
  • Menguatnya/meningkatnya keterampilan orang tua/pengasuh dalam pengasuhan anak dan kelekatan/kedekatan orang tua/pengasuh dengan anak.
Siapa yang Melakukan TEPAK?
Yang melaksanakan PKA adalah petugas di LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) dan di lingkungan komunitas/masyarakat tertentu. Namun, sebelum petugas tersebut melaksanakan program PKA terlebih dahulu mendapatkan pelatihan dari SAKTI PEKSOS (Satuan Bakti Pekerja Sosial). Sementara, yang melakukan PKK adalah SAKTI PEKSOS kepada orang tua/pengasuh.

Kaitan Modul PKA dengan TEPAK
Modul PKA dan PKK adalah satu paket dalam Program TEPAK. Hanya, target/sasaran yang berbeda. Sasaran PKA adalah anak, sedangkan sasaran PKK adalah keluarga. Modul PKA adalah modul penguatan kapasitas anak sebagai bagian yang tak terpisahkan (terintegrasi) dari Program TEPAK. Karena modul PKA diarahkan untuk anak, maka diupayakan agar modul PKA ini baik substansi (isi) maupun metode dan teknik yang digunakan dengan mudah dipahami oleh anak.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Gambaran PKSA (Program Kesejahteraan Sosial Anak)


Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) merupakan program prioritas Kementerian Sosial RI yang ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan bagi pemenuhan hak dasar anak. PKSA dibangun dengan kesadaran bahwa keluarga adalah lingkungan terbaik tempat anak tumbuh kembang secara maksimal dan sumber utama kesejahteraan anak, sehingga setiap upaya kesejahteraan sosial anak harus diarahkan pada pengembangan dukungan yang dapat meningkatkan kemampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan dan hak anak dengan melakukan pengasuhan yang baik. Upaya dilakukan mulai dari pemberian dukungan langsung kepada anak dan keluarga, bekerja untuk memperkuat komunitas dan berbagai institusi pelayanan anak, sampai dengan perumusan berbagai kebijakan kesejahteraan dan perlindungan anak.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah || Darul Hadlonah Boyolali 

Thursday, October 24, 2019

Kelekatan/Keakraban Anak dengan Pengasuhnya Berpengaruh pada Ketangguhan (Resiliensi) Anak dalam Menghadapi Masalah


‘Resilience’ (ketangguhan) adalah sebuah istilah yang digunakan dalam tugas pengasuhan/kesejahteraan  anak, tapi apa arti sesungguhnya dari istilah ini, dan bagaimana kaitannya dengan pengalaman anak dan cara-cara yang paling baik untuk bekerja dengan anak.

Memahami Arti ‘Resilience’
Cara yang paling sederhana untuk mengetahui apa itu ‘resilience’ adalah memahaminya bahwa anak bukannya tidak dipengaruhi oleh hal-hal buruk yang terjadi atau kondisi yang sulit, tapi mereka memiliki kemampuan untuk bangkit dan berjuang apa pun yang terjadi.
Resilience itu tidak konstan, ia bisa saja berubah sewaktu-waktu dan berubah menurut keadaan. Tidak satu hal pun yang tunggal yang dapat membuat seorang anak itu kuat. Ada beberapa faktor (bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi) yang menentukan ketahanan seorang anak. Perlu juga diingat bahwa ‘resilience’ adalah hal yang bersifat pribadi dan unik bagi masing-masing anak, meskipun beberapa kelompok anak mungkin memiliki tingkat ketahanan yang sama karena pengalaman dan faktor-faktor yang sama.
Kerentanan berkaitan dengan ketahanan tapi tidak selalu berlawanan (meskipun kadang-kadang disalahartikan demikian), misalnya seorang anak rentan untuk diperdagangkan, tapi lebih tahan terhadap efek negatif dari perdagangan.

Faktor-faktor dan Kualitas yang Memengaruhi Ketahanan
Minat terhadap masalah ketahanan ini relatif masih baru-baru pada 10 tahun terakhir saja (dan terutama di 5 tahun terakhir) bahwa usaha-usaha telah diarahkan untuk memahami hal ini secara lebih mendalam. Oleh sebab itu, dalam beberapa hal pengetahuan tentang ketahanan masalah agak terbatas.
Kita dapat mengelompokkan faktor dan kualitas yang memengaruhi ketahanan dalam dua kategori : Psikologis dan Lingkungan. Namun demikian, kita harus ingat bahwa kedua kategori ini saling memengaruhi. Meskipun kita bisa menganggap keduanya sebagai daftar yang sederhana namun dalam kenyataannya kehidupan jauh lebih rumit. Misalnya, faktor lingkungan mungkin memiliki dampak yang dramatis terhadap kualitas psikologi dan sebaliknya.

Psikologis
Karakteristik psikologis yang dianggap berkaitan dengan ketahanan anak meliputi harga diri, kepercayaan diri dan rasa nilai diri (yakni keyakinan dalam diri mereka untuk berbeda dengan situasi mereka) dan sebuah repertoar dari pendekatan masalah sosial (misalnya, tidak merespons situasi dengan kemarahan). 

Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan juga kelihatannya berdampak pada ketahanan anak, meskipun kadang-kadang alasan mengapa mereka lebih spekulatif. Pengasuhan yang kompeten dan hubungan yang baik dengan paling kurang satu pengasuh akan sangat membantu (meskipun disarankan bahwa dalam situasi bencana seorang anak yang sebelumnya lebih mandiri mungkin akan lebih baik). Adanya dukungan sosial baik dewasa atau sebaya formal dan informal juga kelihatannya merupakan sebuah faktor yang positif atau protektif. Pengalaman pendidikan yang lebih baik juga penting, barangkali karena ini menciptakan sebuah kesempatan untuk mengembangkan hubungan dan juga memiliki harapan untuk masa depan. Anehnya, ada indikasi bahwa keterlibatan dalam agama / kepercayaan yang terorganisir juga dapat meningkatkan ketahanan, meskipun tidak bisa diketahui mengapa demikian. Gagasan tentang ini meliputi bahwa ini dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan hubungan pengasuhan atau bahwa ini dapat memberikan sebuah kerangka di mana seorang anak dapat membenarkan pengalaman mereka. 

Jika kita mempertimbangkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan ketahanan, ada beberapa hal yang dapat kita lihat tentang anak yang lebih tahan dari anak lainnya, seperti:
  • Hubungan yang positif dengan pengasuh dewasa dan rekan sebaya dan interaksi yang mudah dengan mereka;
  • Kemampuan untuk mencari tokoh panutan yang positif;
  • Tingkat kemandirian yang tepat (mengingat usia dan kapasitas pengembangan), namun punya kemampuan untuk mencari bantuan bila diperlukan;
  • Keterlibatan reguler dalam permainan yang aktif atau minat yang aktif dalam hobi dan aktivitas;
  • Kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan;
  • Tergantung dari usia dan perkembangan, kecenderungan untuk berpikir sebelum bertindak;
  • Kecenderungan untuk bertindak atau mengendalikan aspek-aspek kehidupan mereka, sejauh mereka bisa;
  • Gagasan / mimpi-mimpi yang positif tentang masa depan;
  • Rasa kebersamaan dan rasa dihargai.
Seorang anak yang tahan memiliki tiga ciri antara lain :
  1. Perasaan nilai pribadi;
  2. Rasa efektivitas pribadi yakni bahwa mereka memiliki pengendalian terhadap kehidupan mereka dan berbeda dengan orang lain;
  3. Sejumlah keterampilan pemecahan masalah sosial
Dikutip dari berbagai sumber

Baca juga:

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Wednesday, October 23, 2019

Memahami Perilaku Anak


Seorang anak dilahirkan ke dunia ini bagaikan selembar kertas putih, tanpa mengetahui seperti apa warna dunia yang akan hadir di dalam kertas tersebut. Orangtua dan lingkungan sangat berperan dalam memberikan warna pada kehidupan anak. Dari orangtua dan lingkunganlah mereka  belajar mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. Pembentukan perilaku atau karakter anak dimulai sejak usia dini melalui kebiasaan sehari-hari di rumah  bersama orangtua, saudara kandung, keluarga lainnya dan teman bermain, juga di sekolah (TAS, TPA, TK, PAUD, TPA, RA).

Cara Meningkatkan Perilaku Baik Anak

Seringkali orangtua hanya memberikan perhatian ketika anak berkelakuan buruk dan cenderung lupa memberikan perhatian pada perilaku baik anak. Dalam kondisi tersebut anak akan merasa bahwa dengan melakukan hal yang buruk ia akan mendapatkan perhatian dari orangtua. Berikut ini merupakan beberapa cara agar orangtua dapat meningkatkan perilaku baik anak dan sedikit demi sedikit akan mengurangi perilaku buruk anak.

   A. Memuji perilaku baik anak
Seorang anak memerlukan dorongan positif dari orangtuanya, seperti sebuah tanaman yang membutuhkan air untuk terus hidup. Dorongan positif ini dapat diberikan melalui pujian. Jangan ragu untuk memuji anak atau memberitahu kepada anak bahwa orangtua merasa senang akan hal baik yang telah dilakukan anak.
Ketika orangtua sering menunjukkan rasa senang, mengucapkan pujian dan terima kasih setelah anak melakukan hal baik atau setelah anak melakukan hal yang diharapkan orangtua, maka anak akan mengetahui mana perilaku yang baik dan mana yang tidak baik. Selain itu anak juga akan terdorong untuk melakukan lagi hal baik tersebut. Namun jika orangtua tidak memberikan respon yang baik (memuji) terhadap perilaku baik tersebut, maka anak akan menganggap hal yang dilakukannya tersebut tidaklah penting

   B. Memberikan penghargaan
Jika orangtua merasa anak telah melakukan sesuatu yang baik, tidak ada salahnya sesekali memberikan penghargaan kepada anak. Saat anak mendapatkan penghargaan karena ia telah melakukan hal baik maka penghargaan tersebut akan mejadi motivasi bagi anak untuk terus melakukan hal baik tersebut. Orangtua bisa memberikan penghargaan sederhana dan tidak memerlukan biaya mahal, misalnya memijat anak, memasak makanan kesukaannya atau mengajaknya bermain bersama.
Namun, orangtua juga perlu cermat dalam memberikan penghargaan kepada  anak. Seringkali anak berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya dengan menangis, menjerit, berteriak, memukul, dan sebagainya. Hal tersebut membuat orangtua menjadi bingung, tidak sabar, dan kesal menghadapi mereka, bahkan terkadang merasa malu, dan pada akhirnya menuruti permintaan anak. Anak  menggunakan cara-cara tersebut karena ia belum tahu seperti apa seharusnya bersikap dengan lebih  baik jika ia menginginkan sesuatu. Orangtua dapat mengatakan dengan tegas kepada anak bahwa ia  akan mendapatkan apa yang diinginkannya hanya jika ia berkelakuan baik.
Selain itu, menceritakan hal baik yang telah dilakukan anak kepada anggota keluarga lainnya dihadapan anak tersebut akan membuat anak merasa ia mendapatkan dukungan dari seluruh anggota keluarga untuk terus berbuat baik.

Dampak dari Kekerasan Fisik dan Non Fisik Terhadap Anak

Banyak orangtua yang merasa bingung menghadapi perilaku buruk anak hingga pada akhirnya  mengambil cara singkat dengan menggunakan kekerasan kepada anak, misalnya dengan memukul, mencubit, menjewer, membentak dan memaki anak. Orangtua berfikir bahwa dengan menggunakan kekerasan maka anak akan berhenti melakukan hal buruk, padahal tanpa disadari kekerasan tersebut tidak menghentikan perilaku buruk melainkan membuat anak semakin merasa tertantang untuk melakukan lagi perilaku buruk tersebut. Lebih jauh lagi, tindakan tersebut dapat memunculkan perilaku buruk lainnya.
Orangtua  perlu  mengetahui  dampak  dari menggunakan kekerasan (terutama dampak kekerasan  fisik kepada anak), diantaranya adalah :
  • Anak akan menganggap bahwa memukul, mencubit, atau menyakiti orang lain adalah hal yang boleh  dilakukan ketika merasa marah.
  • Memukul dapat menyakiti tubuh anak. Orangtua terkadang tidak menyadari kekuatan yang digunakan saat memukul seseorang yang tubuhnya jelas lebih kecil dari orang dewasa.
  • Kekerasan tidak mengajarkan kepada anak bagaimana cara merubah perilaku  buruk  mereka, tetapi membuat anak merasa takut kepada orangtua, merasa dipermalukan dan bingung. Bahkan terkadang anak mencari cara agar tidak ketahuan orangtua bahwa ia masih melakukan kebiasaan buruknya tersebut. Bagi anak yang mencari perhatian dengan melakukan hal-hal buruk, kekerasan fisik yang dilakukan orangtua akan menjadi bentuk perhatian yang dicarinya. Anak akan beranggapan bahwa daripada ia tidak mendapatkan perhatian sama sekali maka lebih baik ia bertingkah buruk agar mendapat perhatian.
  • Kekerasan dapat menyebabkan anak menjadi agresif, pemarah, dan tidak patuh. Mengurangi perilaku buruk anak tanpa menggunakan kekerasan harus disesuaikan dengan usia anak. Misalnya bagi anak usia di bawah 2 tahun akan lebih efektif jika orangtua mengubah lingkungan sekitar anak agar menjadi lebih aman sehingga ia terhindar  dari melakukan hal-hal yang membahayakan. Sementara bagi anak yang lebih besar, perilaku buruk dapat dikurangi dengan memberikan penjelasan terhadap akibat dari perilakunya tersebut dan membuat peraturan bersama. Hal tersebut akan lebih baik daripada hanya memberikan hukuman ('Parent Effectiveness Training, Thomas Gordon, 2000)
Berikut ini adalah beberapa cara lain yang dapat dilakukan orangtua untuk menghindari anak melakukan hal yang tidak diharapkan oleh orangtua :
  • Menyediakan  kesempatan bermain  yang  banyak (kegiatan positif). Ketika anak disibukkan dengan melakukan hal yang disukainya (bermain), maka mereka akan terhindar  dari kemungkinan melakukan hal-hal yang "menggangu" orangtua.
  • Membatasi kegiatan anak  yang akan mengganggu atau kurang baik. Ada saat dimana  orangtua  sebaiknya membatasi kegiatan anak untuk  menghindari  anak menjadi terlalu Ielah dan membuatnya menjadi "rewel". Misalnya saat mendekati waktu tidur. Terkadang, tanpa sadar orangtua mengajak anak untuk melakukan banyak hal seperti terlalu banyak bermain sesaat sebelum anak tidur, kemudian saat tidur, orangtua berharap anak menjadi tenang dan bisa dikontrol. Pada saat seperti itu  sebaiknya orangtua berusaha  mengurangi  kegiatan  anak, mengajaknya mulai membereskan mainan terlebih dahulu, menggendong anak yang masih  kecil, membuat mereka lebih santai. Orangtua juga dapat memberikan kesempatan dan peringatan lebih awal sebelum anak akan melakukan aktivitas selanjutnya, misalnya saat waktu untuk tidur telah tiba sedangkan anak masih sibuk bermain, orangtua dapat mengingatkan lebih awal dengan mengatakan "5 menit lagi kita akan tidur, besok kamu bisa bermain lagi".
Cara Mengurangi Perilaku Buruk Anak

Ketika anak sudah lebih besar, yaitu telah memahami instruksi sederhana dari orangtua, orangtua  dapat menggunakan "kata-kata" atau kalimat sederhana untuk mengatasi perilaku buruk anak. 

Yang terpenting adalah orangtua memiliki sikap dan tindakan yang konsisten dalam menghadapi perilaku anak. Sikap konsisten dari orangtua sangat menentukan perubahan perilaku buruk anak. Maksudnya adalah ketika anak dan orangtua sudah menyepakati akibat atau hal apa yang akan diterimanya jika  berkelakuan  buruk  maka orangtua  harus tetap melaksanakan hal tersebut. Anak  pasti akan mencoba untuk tidak mematuhi kesepakatan yang telah dibuat, namun orangtua harus tetap bisa secara konsisten (tegas) menerapkan apa yang telah disepakati bersama.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Monday, October 21, 2019

Mengupayakan Perspektif Hak Anak dalam Pengasuhan di LKSA / Panti Asuhan


(Kutipan isi materi) Hak-hak anak antara lain :
  • Hidup, hak atas hidup dan kebutuhan dasar untuk keberlangsungan hidup anak.
  • Tumbuh-kembang, hak untuk  mengembangkan potensi secara penuh.
  • Perlindungan, perlindungan dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, perlakuan salah dan eksploitasi.
  • Partisipasi, hak memungkinkan  anak-anak bisa terlibat dalam hal-hal yg mempengaruhi hidup mereka.
Kondisi anak di Jawa Tengah
  • Jumlah penduduk Jawa Tengah 33.270.207 jiwa (13,6% dari jumlah penduduk Indonesia) dengan seks rasio perempuan 50,4% dan laki-laki 49,6%.
  • 31,55% dari jumlah penduduk Jawa Tengah adalah ANAK (usia 0 s.d. 18 tahun).
  • Jumlah penduduk miskin (tahun 2011) sekitar 5.217.200 jiwa atau 16,11% dari penduduk Jateng dengan jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 2.908.390 keluarga atau 30,14% dari jumlah keluarga di Jateng.
Berikut materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".

  Baca juga :
Implementasi Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA)
Kebijakan Akreditasi LKSA dan Sertifikasi Peksos
Problematika Perlindungan dan Pengasuhan Anak di LKSA dan PSAA
Pengasuhan Anak di Berbagai Belahan Dunia
Piramida Kepengasuhan

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Fase Perkembangan Anak secara Fisik, Emosional/Sosial dan Intelektual/Kognitif


Fase Perkembangan Anak secara Fisik, Emosional/Sosial dan Intelektual/Kognitif dilihat dari usia anak antara lain :

A.  Anak-anak usia sekolah (7-9 tahun)

Fisik :
  1. Telah meningkatkan koordinasi dan kekuatan;
  2. Menikmati menggunakan keterampilan baru, baik motorik kasar atau halus;
  3. Berat badan dan tinggi badan terus meningkat.
Emosional/sosial :
  1. Kemampuan untuk berinteraksi dengan rekan sebaya meningkat;
  2. Memiliki lebih banyak teman dari jenis kelamin yang sama;
  3. Kemampuan untuk berkompetisi meningkat;
  4. Mengembangkan dan menguji nilai-nilai dan kepercayaan yang akan menuntun perilaku sekarang dan masa depan;
  5. Memiliki identitas kelompok yang kuat, terus mengembangkan diri melalui rekan sebaya.;
  6. Perlu mengembangkan rasa penguasaan dan pencapaian berdasarkan kekuatan fisik, pengendalian diri dan prestasi sekolah.
Intelektual/kognitif :
  1. Pada usia awal, anak-anak mulai berpikir logis, yang berarti bahwa mereka mulai menggunakan pengetahuan pribadi mereka dan pengalaman mereka atas situasi tertentu untuk menentukan apakah itu masuk akal atau tidak, bukannya menerima saja apa yang mereka lihat;
  2. Konsep temporal berkembang pesat pada usia ini, karena mereka mulai memahami gagasan tentang waktu, serta hari, tanggal dan waktu sebagai sebuah konsep yang berbeda dengan angka;
  3. Kebanyakan anak-anak telah memiliki konsep kognitif dan linguistik dasar yang diperlukan untuk mengomunikasikan sebuah kejadian yang abusif secara memadai;
  4. Mereka juga bisa meniru pola bicara orang dewasa. Akibatnya, mudah untuk dilupakan bahwa anak-anak seusia ini masih belum berkembang sepenuhnya secara kognitif, emosional dan linguistis.
B.  Remaja Awal (10-12 tahun)

Fisik :
  1. Koordinasi dan kekuatan telah meningkat;
  2. Bagian-bagian tubuh telah berkembang menyerupai orang dewasa;
  3. Mulai masuk masa puber – perkembangan seksual yang nyata, perubahan suara, dan bau badan adalah hal yang biasa terjadi.
Emosional/sosial :
  1. Kemampuan untuk berinteraksi dengan rekan sebaya meningkat;
  2. Kemampuan untuk berkompetisi meningkat;
  3. Mengembangkan dan menguji nilai-nilai dan kepercayaan yang akan menuntun perilaku di masa kini dan masa mendatang;
  4. Memiliki identitas kelompok yang kuat, terus mengembangkan diri melalui rekan sebaya;
  5. Perlu mengembangkan rasa penguasaan dan pencapaian berdasarkan kekuatan fisik, dan pengendalian diri;
  6. Mengembangkan konsep diri sebagian karena keberhasilan di sekolah.
Intelektual/kognitif :
  1. Remaja awal telah meningkatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan keterampilan;
  2. Tahun-tahun remaja awal ditandai dengan dimulainya berpikir abstrak tapi berubah menjadi pemikiran yang konkret di bawah tekanan;
  3. Meskipun berpikir abstrak umumnya dimulai pada periode usia ini, remaja masih mengembangkan metode penalaran ini dan tidak bisa membuat seluruh lompatan intelektual, seperti menyimpulkan sebuah motif atau penalaran secara hipotetis;
  4. Remaja dalam usia ini belajar mengembangkan cara berpikir mereka di luar pengalaman atau pengetahuan pribadi mereka dan mulai melihat dunia luar melalui perspektif hitam-putih atau perspektif benar-salah;
  5. Kemampuan interpretatif berkembang selama masa remaja awal ini, seperti halnya kemampuan untuk mengenal urutan sebab dan akibat;
  6. Remaja awal bisa menjawab siapa, apa, di mana, dan kapan, tapi masih mengalami kesulitan dengan pertanyaan mengapa.
C.  Remaja Menengah (13-17 tahun)

Fisik :
  1. 95% telah mencapai tinggi orang dewasa;
  2. Tidak begitu peduli dengan perubahan fisik tapi sangat tertarik dengan penampilan pribadi;
  3. Aktivitas fisik semakin meningkat;
  4. Karakteristik seksual sekunder.
Emosional/sosial :
  1. Konflik dengan keluarga cukup menonjol akibat adanya ambivalensi tentang kemandirian;
  2. Ikatan teman sebaya yang kuat;
  3. Suka bereksperimen – seks, narkoba, teman, pekerjaan, perilaku yang berisiko;
  4. Berjuang dengan rasa identitas;
  5. Angin-anginan;
  6. Menolak nilai-nilai dan gagasan orang dewasa;
  7. Mengambil risiko – “itu tidak akan terjadi pada saya.”;
  8. Mencoba peranan orang dewasa;
  9. Menguji nilai-nilai dan gagasan baru;
  10. Pentingnya hubungan – mungkin telah mulai memiliki hubungan asmara.
Intelektual/kognitif :
  1. Pertumbuhan dalam pikiran abstrak berubah menjadi pikiran konkret di bawah tekanan;
  2. Hubungan sebab-akibat dipahami dengan lebih baik;
  3. Sangat asyik dengan diri sendiri.


|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Tuesday, October 15, 2019

Waspada dengan HOAX yang Tersebar di Internet


Di era teknologi yang semakin hari semakin canggih ini banyak sekali kemudahan untuk mengakses segala informasi seluruh dunia di segala bidang, entah itu teknologi, pendidikan, sosial, pemerintahan dan masih banyak lagi. Semua itu tentu akan lebih baik kalau kita sebagai penggunanya menyaring informasi tersebut dengan bijak dan benar. Jangan sekali kita langsung mempercayai informasi yang ada tanpa kita memfilter dan mencari fakta-fakta yang valid.

Namun sayangnya banyak sekali orang yang “modal” share informasi tanpa membacanya terlebih dahulu dan mengecek kebenaran informasi tersebut ke media internet seperti media sosial, website dan portal lainnya, sehingga dampak yang akan ditimbulkan akan besar ketika orang lain yang membaca atau melihat informasi tersebut merasa tidak terima dan nantinya akan berujung konflik. Tentu kita tidak mau seperti itu terjadi.

Hoax banyak sekali beredar di dunia maya terutama di media sosial seperti Facebook, Instagram, Whatsapp, Twitter dan lainnya. Hoax merupakan kabar bohong yang memang sudah direncanakan orang yang membuatnya, dengan kata lain sengaja memanipulasi informasi untuk memberikan pemahaman yang salah. 

Beberapa sumber menyatakan bahwa antara hoax dengan berita bohong mempunyai perbedaan. Kalau hoax terdapat penyelewengan fakta/berita yang memang sudah direncanakan, sedangkan berita bohong dapat terjadi karena orang salah kutip atau salah mendengar dari narasumber informasi. Tentu ini ada sedikit perbedaan, namun pada dasarnya kita sebagai umat muslim harus menghindari hal tersebut.

Kebohongan dalam Islam secara umum hukumnya adalah haram. Hoax termasuk dosa dan haram hukumnya. Untuk itu “Hentikan dan Jauhi Hoax”.

Mari kita teliti dan membaca kembali informasi yang kita dapat sebelum menge-share ke teman atau media sosial lain. Jangan terburu-buru menerima informasi tersebut sebelum paham akan kebenarannya.

Baca juga:
Istiqamah di Jalan Allah
Bulan Ramadhan, Bulan Al Qur’an
Mari Perbanyak Amalan di Bulan Ramadhan

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Sunday, October 6, 2019

Implementasi Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA)


(Kutipan isi materi) Dasar Hukum Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA), antara lain :
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara 2. Republik Indonesia Nomor 3143)
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan 3. 3.Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967)
  • Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara
  • Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA)
  • Peraturan Menteri Sosial Nomor 17/HUK/2012 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial
  • Peraturan Menteri Sosial Nomor 18/HUK/2012 tentang Sertifikasi bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Latar Belakang Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA), diantaranya :
  • Untuk menjamin terpenuhi hak-hak anak diperlukan pengasuhan dalam keluarga atau pengasuhan alternatif yang memadai
  • Untuk memastikan lembaga kesejahteraan sosial anak menyelenggarakan pengasuhan anak yang memenuhi hak-hak anak, perlu adanya Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA), maka ditetapkanlah Peraturan Menteri Sosial tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
  • Untuk meningkatkan tingkat kelayakan dan standardisasi  LKSA perlu adanya penilaian melalui pelaksanaan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial
Sasaran SNPA, yaitu :
  • Standar Pelayanan Minimal (SPM) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) mengacu pada Permensos RI Nomor 30 Tahun 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
  • Standar Nasional Pengasuhan Anak berisi norma, standar, prosedur dan kriteria dalam pelaksanaan pengasuhan anak yang digunakan sebagai pedoman bagi lembaga kessejahteraan sosial anak dalam penyelenggaraan pengasuhan anak
Standar Nasional Pengasuhan Anak, terdiri dari :
  • Prinsip-prinsip pengasuhan alternatif untuk anak
  • Penentuan respon yang tepat untuk anak
  • Pelayanan Pengasuhan
  • Kelembagaan
Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".



|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Thursday, October 3, 2019

Kebijakan Akreditasi LKSA dan Sertifikasi Peksos


(Kutipan isi materi) Kompetensi Praktek Pekerjaan Sosial
Definisi Pekerjaan Sosial adalah aktivitas profesional berdasar keterpaduan pengetahuan, keterampilan dan nilai untuk membantu dan memberdayakan individu, keluarga, kelompok, masyarakat dan organisasi sosial, meningkatkan / memulihkan keberfungsian, dan potensi kesejahteraan sosial mereka.

KOMPONEN PROFESI
  • Sertifikasi Kompetensi
  • Mandat/Izin Praktek
  • Standard Praktek
  • Kode Etik
PUSBINJABFUNG PEKSOS & PENSOS
Melaksanakan perumusan kebijakan dan koordinasi serta pelaksanaan di bidang pembinaan jabatan fungsional Pekerja Sosial ; Pembinaan Tenaga Kesejahteraan Sosial ; Pembinaan Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial ; Pembinaan Akreditasi dan Pembinaan Sertifikasi.

Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".



|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Thursday, September 26, 2019

Problematika Perlindungan dan Pengasuhan Anak di LKSA dan PSAA


(Kutipan isi materi) Pencegahan Kekerasan
  • Mengajarkan tidak melakukan kekerasan, tidak membully, mengingatkan dengan cara yang baik jika ada teman yang melakukannya;
  • Mengajarkan kesehatan reproduksi sesuai usianya;
  • Mengajarkan menjaga diri;
  • Mengajarkan meminta pertolongan jika membutuhkan, menolak jika ada tindakan kekerasan dan kejahatan seksual
  • Mengajarkan penggunaan internet sehat dan gadget sehat;
  • Mendampingi ketika menonton ;
Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".




|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Pengasuhan Anak di Berbagai Belahan Dunia


(Kutipan isi materi) Gambaran global Anak-anak dalam Institusi Pengasuhan
Ada jutaan anak tinggal didalam institusi pengasuhan
  • Estimasi secara total ada DELAPAN JUTA  (UNICEF, 2009)
  • Adanya Kesenjangan dalam Statistik dan Indikator Global, dan banyak tempat pengasuhan anak yang tidak tercatat, jumlah anak diatas bisa lebih tinggi
Permasalahan
  • Diseluruh dunia, ada sekitar 18.3 juta anak Yatim Piatu;
  • Ada lebih dari 15 Juta anak dibawah 18 tahun yang kehilangan orangtuanya yang mengalami AIDS;
  • Lebih dari 1 juta anak korban trafficking tiap tahun;
  • Dalam dekade terakhir, diperkirakan 20 Juta anak terpaksa keluar dari rumahnya karena berbagai alasan
  • Lebih dari 1 Juta anak menjadi Yatim dan atau Piatu karena bencana
Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".



|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Sunday, September 22, 2019

Piramida Kepengasuhan


(Kutipan isi materi) Aspek-aspek Kunci Pengasuhan Anak antara lain :
  1. Attachment: kelekatan anak dengan orangtua.
  2. Permanency: pengasuhan yang permanen.
  3. Security/safety: keselamatan anak – status hukum anak.
  4. Wellbeing: kesejahteraan diri (fisik, psikis, emosional, sosial).
Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".


|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Konvensi Hak Anak


(Kutipan Isi Materi) LATAR BELAKANG DAN SEJARAH KONVENSI HAK ANAK, Gagasan mengenai hak anak bermula sejak berakhirnya Perang Dunia I, Dimotori aktivis perempuan, Eglantyne Jebb (pendiri Save the Children), mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak atau rancangan deklarasi hak anak (Declaration of The Rights of The Child) yang pada tahun 1923 diadopsi oleh lembaga Save The Children Fund International Union. Tahun 1924 Deklarasi Hak Anak diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga sebagai Deklarasi Jenewa.

Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".



|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Pendidikan, Perlindungan dan Pengasuhan Anak dalam Islam


(Kutipan isi materi) Nilai-nilai Islam dalam proses pendidikan, pengasuhan,dan perlindungan anak, di Keluarga, masyarakat, Sekolah/Madrasah,Pesantren, diantaranya : 
  1. Mahabbah   : cinta dan kasih sayang, 
  2. Mujahadah  : rajin, ulet dan kerja keras, 
  3. Amanah       : kejujuran dan tanggung jawab, 
  4. Ta’awun       : tolong menolong dan kerjasama serta 
  5. Tawadhu      : rendah hati
Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".




|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Tuesday, September 3, 2019

Makna Logo Kementerian Sosial RI


KETERANGAN LAMBANG/LOGO :

A. Filosofi Lambang/Logo
Teratai merupakan simbol kesetiakawanan yang berlandaskan pada kesucian. Teratai hidup dengan bunga yang mekar di atas air, daun yang mengambang di permukaan dan akar melayang di dalam air. Teratai melambangkan kelengkapan dasar-dasar sumber penghidupan, yakni air, bumi (permukaan), dan udara.

Daun yang mengambang di permukaan memberikan keteduhan bagi satwa air dari terpaan panas di siang hari dan menjadi tempat bermain yang aman di malam hari. Teratai juga membantu  mekanisme5pertukaran  udara  bebas  dengan  udara dalam  air  yang  berguna  bagi  satwa  air, ini melambangkan sifat pengayoman.

Air melambangkan sesuatu yang luwes (bentuk selalu mengikuti wadahnya), mengalir, dan sejati (tidak dapat dipatahkan, dirobek atau dimusnahkan). Apabila air dibakar, maka ia akan menguap dan pada gilirannya menjadi air kembali. Melambangkan kesucian yang sejati, yang diperkuat dengan asosiasi teratai yang tetap putih walaupun hidup di air keruh dan sifatnya yang tak basah kendati hidupnya di air.

B. Keterangan Lambang/Logo :
  1. Bentuk teratai dengan lima kelopak yang menjadi satu kesatuan menggambarkan Pancasila dengan makna bahwa Departemen Sosial bersikukuh mempertahankan nilai-nilai Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Bentuk grafis persegi dengan empat sayap burung garuda menggambarkan kandungan filosofis pelayanan sosial melalui empat pilar yaitu : rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, dan perlindungan sosial.
  3. Bentuk manusia mengandung arti pemanusiaan itu sendiri, yang merupakan subjek dan objek dari pelayanan sosial, dan  mengusung kredibilitas dan jati diri untuk memanusiakan manusia.
C. Tipografi
Typografy menggunakan jenis huruf Roman untuk menimbulkan kesan elegan, klasik, anggun dan eksklusif. Font Cambria sangat mewakili jenis huruf Roman,  tapi kelebihan huruf Cambria juga mempunyai ketebalan huruf seperti jenis Sans Serif yang memberikan kesan efisien dan tingkat keterpercayaan yang tegas. Untuk kepentingan cetak dan publishing font Cambria sangat disarankan oleh para pakar percetakan di dunia, karena font ini mempunyai kelebihan tidak melelahkan mata saat kita membacanya. Jika tidak memungkinkan diaplikasikan font tersebut, direkomendasikan sebagai substitusi font adalah memakai font Arial dengan ketebalan huruf yang sama atau hampir sama dengan Sans Serif  untuk memberikan kesan efisien dan tingkat keterbacaan yang masih bisa terjangkau.

D. Konfigurasi dan Arti Warna
1. Konfigurasi Warna

Warna Biru      : Cyan : 91; Magenta : 63; Yellow : 9; K : 0
Warna Hijau    : Cyan : 79; Magenta : 7; Yelow : 99, K : 0
Warna Kuning : Cyan : 0; Magenta : 20; Yellow : 100; K : 0
Warna Hitam   : Cyan : 0; Magenta : 0; Yellow : 0; K : 100

2. Arti Warna

Warna kuning
Tetap mengusung arti harapan dan wawasan kedepan secara menyeluruh, andal, dinamis dan dapat dipercaya dengan nilai – nilai kemanusiaan yang mendasarinya sebagai departemen yang profesional.

Warna Hijau
Warna yang mengandung arti sehat, alami, keberuntungan dan pembaharuan, menggambarkan evolusi pembaharuan kepada kemajuan yang progresif kearah yang lebih baik, selain itu mendefinisikan kesungguhan hati nurani dalam berkomitmen.

Warna Biru
Biru bermakna secara filosofis kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, dan keteraturan. Melambangkan sifat kepercayaan, kehandalan dan bertanggung jawab sebagai citra baru dari Departemen Sosial RI di masa mendatang.


Sumber dari : https://www.kemsos.go.id

Tuesday, August 13, 2019

DIRGAHAYU HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE – 74


Sesaat lagi Negara kita Indonesia akan segera memperingati hari yang sangat bersejarah, yaitu Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus. Pada hari itu kita Bangsa Indonesia telah dikarunia oleh Allah swt dengan diplokamirkan kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno. Di mana yang sebelum itu telah berjuang dengan perjuangan yang panjang dan penuh pengorbanan melawan para penjajah. Berapa banyak para pejuang kita yang gugur dalam medan pertempuran demi kemerdekaan dari tangan penjajah. Mereka telah gugur didorong oleh rasa kecintaan tanah air Indonesia.

Dalam menyongsong kemerdekaan Indonesia yang ke 74 ini hendaknya kita meriahkan semeriah-meriahnya. Bendera dan umbul-umbul dipasang dipinggir jalan dan di depan rumah. Di sekolah kita mengadakan upacara kemerdekaan, di kampung-kampung mengadakan lomba-lomba seperti panjat pinang, makan krupuk dan permainan seru lainnya, di perusahaan dan instansi lain mengadakan pelayanan gratis, diskon besar-besaran, santunan ke keluarga pejuan dan masih banyak lagi. Itu semua demi menyongsong kemerdekaan dengan semangat memajukan negara ini.

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 74 SDM UNGGUL INDONESIA MAJU


|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Sunday, August 4, 2019

Keistimewaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah


Hampir semua orang Islam tahu bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah waktu spesial untuk beribadah dan di dalamnya ada lailatul qadar yang lebih utama dari seribu bulan. Namun tak semua tahu bahwa ada sepuluh hari lainnya yang juga tak kalah spesial, bahkan diperdebatkan di kalangan ulama apakah ia lebih utama dari hari-hari terakhir Ramadhan tersebut. Sepuluh hari yang lain ini adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Menurut para ahli tafsir, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah disinggung keberadaannya dalam tiga ayat Al-Qur’an, yakni:

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ 

“Demi Fajar dan sepuluh hari,” (QS al-Fajr: 1-2).

وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ

“Dan Kami menyempurnakannya dengan sepuluh hari,” (QS. al-A’raf: 142).

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“Dan mereka berzikir pada Allah di hari-hari yang telah diketahui,” (QS. al-Hajj: 26).

Sepuluh hari dan hari-hari yang telah diketahui dalam ayat-ayat di atas oleh banyak ulama ditafsirkan dengan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah saw. menyebutkan bahwa keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini bahkan tak bisa disaingi oleh jihad. Ia bersabda:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «مَا العَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ؟» قَالُوا: وَلاَ الجِهَادُ؟ قَالَ: «وَلاَ الجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ»

“Dari Nabi Muhammad saw, Ia bersabda:  ‘Tak ada amal yang lebih utama daripada yang dilakukan di hari hari ini.’  Para sahabat berkata: ‘Tidakkah jihad juga?’  Rasul menjawab: ‘Tidak juga jihad, kecuali seorang yang pergi memerangi musuh dengan jiwa dan hartanya kemudian kembali tanpa membawa apa pun’," (HR Muslim).

Karena pentingnya masa sepuluh hari ini, maka Rasulullah saw memberikan arahan apa saja yang perlu dibaca oleh seorang muslim supaya bisa panen pahala di hari-hari ini, yaitu:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ"

Rasulullah saw bersabda: "Tiada hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal yang lebih Allah cintai bila dilakukan di hari itu daripada sepuluh hari ini, maka perbanyaklah di dalamnya membaca lâilâha illa-Llâh, Allâhu akbar dan alhamdulillâh,” (HR Ahmad).

Selain wiridan di atas, Syekh Ibnu Katsir, seorang mufassir terkemuka, mengatakan bahwa Rasulullah juga berpuasa di sepuluh hari ini dengan berdasarkan hadis dalam Sunan Ibnu Dawud. Dengan demikian, rangkaian puasa ini juga mencakup puasa Arafah. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir, vol. V, hal. 415).

Syekh Ibnu Katsir juga mencatat bahwa para ulama berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama antara sepuluh hari terakhir bulan puasa yang memiliki lailatul qadar dengan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Sebagian ulama mengunggulkan sepuluh terakhir Ramadhan dan sebagian lagi mengunggulkan sepuluh hari Dzulhijjah. Pendapat lainnya mencoba mengakomodasi semua dalil yang ada sehingga kesimpulannya adalah untuk ibadah malam hari maka lebih utama malam-malam sepuluh hari terakhir Ramadhan, tapi untuk ibadah siang harinya lebih utama sepuluh hari pertama Dzulhijjah (Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir, vol. V, hal. 416).

Karena itu, maka sebaiknya hari-hari istimewa ini jangan dibiarkan lewat begitu saja tanpa amal ibadah. Sebagai patokan sederhana hanya perlu diingat bahwa sepuluh hari sebelum hari raya, baik Idul Fitri mau pun Idul Adha, adalah hari-hari spesial di mana umat Islam akan memanen pahala bila menggiatkan ibadah di saat tersebut. Wallahua’lam.

Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember

Sumber dari : nu.or.id

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||