:: SELAMAT DATANG - SUGENG RAWUH - WELCOME ::

WEBSITE LKSA DARUL HADLONAH BOYOLALI

Gedung Asrama Anak Asuh Putri

LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Gedung Asrama Anak Asuh Putra

LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Foto Bersama dalam Acara Penyerahan Sertifikat Akreditasi LKSA

Alhamdulillah LKSA Darul Hadlonah sudah terakreditasi

Kunjungan BALKS ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Tim Asesor Akreditasi LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

TEPAK (Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga)

Kegiatan TEPAK LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Character Building

Kegiatan Karakter Membangun Karakter di LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Indahnya berbagi antar sesama

Makan Bersama Donatur di LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Yonif Raider 408/SBH Berbagi

Kegiatan Bakti Sosial Yonif Raider 408/SBH ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Pelatihan Metodologi Qiroati LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Pelatihan Metodologi Qiroati di Asrama Putra LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Thursday, December 5, 2019

Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)


A. Pengertian Anak Berhadapan dengan Hukum

Permasalahan perlindungan anak di Indonesia semakin tahun semakin berat dan kompleks. Salah satu persoalan yang serius dan mendesak untuk diperhatikan adalah masalah penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). 
Persoalan ini cukup serius karena: 
1) dalam proses peradilan cenderung terjadi pelanggaran hak asasi manusia, banyak bukti menunjukkan adanya praktek kekerasan dan penyiksaan terhadap anak yang masuk dalam proses peradilan;
2) perspektif anak belum mewarnai proses peradilan; 
3) penjara yang menjadi tempat penghukuman anak terbukti bukan merupakan tempat yang tepat untuk membina anak mencapai proses pendewasaan yang diharapkan; 
4) selama proses peradilan, anak yang berhadapan dengan hukum kehilangan hak-hak dasarnya seperti hak berkomunikasi dengan orang tua, hak memperoleh pendidikan, dan hak kesehatan, dan 
5) ada stigma yang melekat pada anak setelah selesai proses peradilan, sehingga akan menyulitkan dalam perkembangan psikis dan sosial ke depannya.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi pidana.

B. Faktor Penyebab Anak Berhadapan dengan Hukum

Faktor penyebab ABH dikelompokkan ke dalam faktor internal dan faktor eksternal. 
Penyebab  internal ABH mencakup: 
(a) Keterbatasan kondisi ekonomi keluarga ABH; 
(b) Keluarga tidak harmonis (broken home);
(c) Tidak ada perhatian dari orang tua, baik karena orang tua sibuk bekerja  ataupun bekerja di luar negeri sebagai TKI. Sementara, 
Faktor Eksternal ABH, antara lain: 
(a) Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak; 
(b) Lingkungan pergaulan anak dengan teman-temannya yang kurang baik; 
(c) Tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi hatinya;
(d) Kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum.

C. Permasalahan Anak Berhadapan dengan Hukum

Berbagai permasalahan yang dihadapi ABH, antara lain: 
(a) mereka menghadapi proses persidangan dan dimasukkan dalam penjara; 
(b) Seluruh ABH yang menjalani masa hukuman di Rumah Tahanan tidak lagi melanjutkan sekolahnya; 
(c) Ruangan dan rumah tahanan sangat tidak representatif untuk anak-anak karena ABH di rutan bercampur dengan Napi dewasa; 
(d) ABH senantiasa mendapat julukan/label dari masyarakat sebagai  “narapidana” atau anak nakal;
(e) Kesadaran lembaga penegak hukum tentang pentingnya perspektif anak dalam penanganan ABH dengan pendekatan restoratif belum diselenggarakan sepenuhnya. 

D. Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum

Penanganan anak yang berkasus hukum selama ini masih sangat kurang memihak kepada anak dan belum sepenuhnya memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Salah satu kelemahan penanganan anak di pengadilan, dicontohkannya, masih belum banyak pengadilan negeri di Indonesia yang memiliki ruang tunggu anak. Bahkan saat pengadilan anak digelar, masih banyak atribut pengadilan yang melekat di ruangan. Seperti, baju hakim, palu, foto presiden dan wapres serta podium saksi. Situasi ini jelas tidak memihak dan memperhatikan mental anak. penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) harus sesuai dengan konvensi hak-hak anak yang telah diratifikasi dengan kepres No 36 tahun 1990 yang mengamanatkan bahwa proses hukum dilakukan sebagai langkah terakhir dan untuk masa yang paling singkat dan layak. Dan penghukuman pidana pada anak hendaknya dihindarkan dari penjara anak.

Kebutuhan dalam proses penanganan ABH adalah: 
(a)  Proses penanganan ABH hendaknya mengutamakan pendekatan restoratif; 
(b) perlu ada sinergisitas antara lembaga-lembaga yang terkait baik penegak hukum maupun lembaga pemerintah termasuk tokoh masyarakat dalam menyelesaikan kasus ABH; 
(c) perlu diupayakan proses penanganan ABH berbasis komunitas/masyarakat;  
(d) proses penanganan ABH Di tingkat lembaga penegak hukum harus responsif kebutuhan anak dan mengarah pada kepentingan terbaik anak.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||