:: SELAMAT DATANG - SUGENG RAWUH - WELCOME ::

WEBSITE LKSA DARUL HADLONAH BOYOLALI

Gedung Asrama Anak Asuh Putri

LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Gedung Asrama Anak Asuh Putra

LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Foto Bersama dalam Acara Penyerahan Sertifikat Akreditasi LKSA

Alhamdulillah LKSA Darul Hadlonah sudah terakreditasi

Kunjungan BALKS ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Tim Asesor Akreditasi LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

TEPAK (Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga)

Kegiatan TEPAK LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Character Building

Kegiatan Karakter Membangun Karakter di LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Indahnya berbagi antar sesama

Makan Bersama Donatur di LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Yonif Raider 408/SBH Berbagi

Kegiatan Bakti Sosial Yonif Raider 408/SBH ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Pelatihan Metodologi Qiroati LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Pelatihan Metodologi Qiroati di Asrama Putra LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Sunday, October 27, 2019

Gambaran TEPAK (Temu Penguatan Anak dan Keluarga)


Apa itu TEPAK?
TEPAK (Temu Penguatan Anak dan Keluarga) adalah meliputi Penguatan Kapasitas Anak (PKA) dan Penguatan Kapasitas Keluarga (PKK). PKA adalah upaya peningkatan keterampilan anak dalam mengatasi masalah (coping skill) dan daya tahan anak terhadap berbagai situasi dan masalah yang dihadapi anak (resilience). PKA adalah kegiatan dukungan untuk dan bersama anak penerima manfaat yang disiapkan secara terstruktur dan terencana untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan hidup anak. Sementara, PKK berhubungan dengan peningkatan keterampilan orang tua/pengasuh dalam pengasuhan anak (parenting skill), dan kelekatan/kedekatan orang tua/pengasuh dengan anak (attachment). PKK adalah kegiatan dukungan dalam bentuk pertemuan/penyuluhan/diskusi langsung dengan orangtua/pengasuh anak, yang disiapkan secara terstruktur dan terencana, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam memberikan pengasuhan dan perlindungan bagi anak.

Tujuan TEPAK
Tujuan TEPAK adalah untuk meningkatkatkan kapasitas anak dan keluarga. Anak yang dimaksudkan di sini adalah anak yang berada di dalam lembaga maupun anak yang berada di lingkungan masyarakat.

Bagaimana TEPAK itu dilakukan?
Kegiatan TEPAK dapat dilakukan di LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) dan di masyarakat, dan dilaksanakan oleh Sakti Peksos (Satuan Bakti Pekerja Sosial) atau LKSA/masyarakat dengan sasaran pada anak dan keluarga.

Hasil yang diharapkan dari TEPAK
Dari pelaksanaan Program TEPAK ini diharapkan menghasilkan beberapa hal penting sebagai berikut :
  • Menguatnya/meningkatnya kapasitas anak dalam mengatasi masalahnya dan anak memiliki daya tahan terhadap berbagai situasi yang dihadapinya.
  • Menguatnya/meningkatnya keterampilan orang tua/pengasuh dalam pengasuhan anak dan kelekatan/kedekatan orang tua/pengasuh dengan anak.
Siapa yang Melakukan TEPAK?
Yang melaksanakan PKA adalah petugas di LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) dan di lingkungan komunitas/masyarakat tertentu. Namun, sebelum petugas tersebut melaksanakan program PKA terlebih dahulu mendapatkan pelatihan dari SAKTI PEKSOS (Satuan Bakti Pekerja Sosial). Sementara, yang melakukan PKK adalah SAKTI PEKSOS kepada orang tua/pengasuh.

Kaitan Modul PKA dengan TEPAK
Modul PKA dan PKK adalah satu paket dalam Program TEPAK. Hanya, target/sasaran yang berbeda. Sasaran PKA adalah anak, sedangkan sasaran PKK adalah keluarga. Modul PKA adalah modul penguatan kapasitas anak sebagai bagian yang tak terpisahkan (terintegrasi) dari Program TEPAK. Karena modul PKA diarahkan untuk anak, maka diupayakan agar modul PKA ini baik substansi (isi) maupun metode dan teknik yang digunakan dengan mudah dipahami oleh anak.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Gambaran PKSA (Program Kesejahteraan Sosial Anak)


Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) merupakan program prioritas Kementerian Sosial RI yang ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan bagi pemenuhan hak dasar anak. PKSA dibangun dengan kesadaran bahwa keluarga adalah lingkungan terbaik tempat anak tumbuh kembang secara maksimal dan sumber utama kesejahteraan anak, sehingga setiap upaya kesejahteraan sosial anak harus diarahkan pada pengembangan dukungan yang dapat meningkatkan kemampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan dan hak anak dengan melakukan pengasuhan yang baik. Upaya dilakukan mulai dari pemberian dukungan langsung kepada anak dan keluarga, bekerja untuk memperkuat komunitas dan berbagai institusi pelayanan anak, sampai dengan perumusan berbagai kebijakan kesejahteraan dan perlindungan anak.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah || Darul Hadlonah Boyolali 

Thursday, October 24, 2019

Kelekatan/Keakraban Anak dengan Pengasuhnya Berpengaruh pada Ketangguhan (Resiliensi) Anak dalam Menghadapi Masalah


‘Resilience’ (ketangguhan) adalah sebuah istilah yang digunakan dalam tugas pengasuhan/kesejahteraan  anak, tapi apa arti sesungguhnya dari istilah ini, dan bagaimana kaitannya dengan pengalaman anak dan cara-cara yang paling baik untuk bekerja dengan anak.

Memahami Arti ‘Resilience’
Cara yang paling sederhana untuk mengetahui apa itu ‘resilience’ adalah memahaminya bahwa anak bukannya tidak dipengaruhi oleh hal-hal buruk yang terjadi atau kondisi yang sulit, tapi mereka memiliki kemampuan untuk bangkit dan berjuang apa pun yang terjadi.
Resilience itu tidak konstan, ia bisa saja berubah sewaktu-waktu dan berubah menurut keadaan. Tidak satu hal pun yang tunggal yang dapat membuat seorang anak itu kuat. Ada beberapa faktor (bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi) yang menentukan ketahanan seorang anak. Perlu juga diingat bahwa ‘resilience’ adalah hal yang bersifat pribadi dan unik bagi masing-masing anak, meskipun beberapa kelompok anak mungkin memiliki tingkat ketahanan yang sama karena pengalaman dan faktor-faktor yang sama.
Kerentanan berkaitan dengan ketahanan tapi tidak selalu berlawanan (meskipun kadang-kadang disalahartikan demikian), misalnya seorang anak rentan untuk diperdagangkan, tapi lebih tahan terhadap efek negatif dari perdagangan.

Faktor-faktor dan Kualitas yang Memengaruhi Ketahanan
Minat terhadap masalah ketahanan ini relatif masih baru-baru pada 10 tahun terakhir saja (dan terutama di 5 tahun terakhir) bahwa usaha-usaha telah diarahkan untuk memahami hal ini secara lebih mendalam. Oleh sebab itu, dalam beberapa hal pengetahuan tentang ketahanan masalah agak terbatas.
Kita dapat mengelompokkan faktor dan kualitas yang memengaruhi ketahanan dalam dua kategori : Psikologis dan Lingkungan. Namun demikian, kita harus ingat bahwa kedua kategori ini saling memengaruhi. Meskipun kita bisa menganggap keduanya sebagai daftar yang sederhana namun dalam kenyataannya kehidupan jauh lebih rumit. Misalnya, faktor lingkungan mungkin memiliki dampak yang dramatis terhadap kualitas psikologi dan sebaliknya.

Psikologis
Karakteristik psikologis yang dianggap berkaitan dengan ketahanan anak meliputi harga diri, kepercayaan diri dan rasa nilai diri (yakni keyakinan dalam diri mereka untuk berbeda dengan situasi mereka) dan sebuah repertoar dari pendekatan masalah sosial (misalnya, tidak merespons situasi dengan kemarahan). 

Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan juga kelihatannya berdampak pada ketahanan anak, meskipun kadang-kadang alasan mengapa mereka lebih spekulatif. Pengasuhan yang kompeten dan hubungan yang baik dengan paling kurang satu pengasuh akan sangat membantu (meskipun disarankan bahwa dalam situasi bencana seorang anak yang sebelumnya lebih mandiri mungkin akan lebih baik). Adanya dukungan sosial baik dewasa atau sebaya formal dan informal juga kelihatannya merupakan sebuah faktor yang positif atau protektif. Pengalaman pendidikan yang lebih baik juga penting, barangkali karena ini menciptakan sebuah kesempatan untuk mengembangkan hubungan dan juga memiliki harapan untuk masa depan. Anehnya, ada indikasi bahwa keterlibatan dalam agama / kepercayaan yang terorganisir juga dapat meningkatkan ketahanan, meskipun tidak bisa diketahui mengapa demikian. Gagasan tentang ini meliputi bahwa ini dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan hubungan pengasuhan atau bahwa ini dapat memberikan sebuah kerangka di mana seorang anak dapat membenarkan pengalaman mereka. 

Jika kita mempertimbangkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan ketahanan, ada beberapa hal yang dapat kita lihat tentang anak yang lebih tahan dari anak lainnya, seperti:
  • Hubungan yang positif dengan pengasuh dewasa dan rekan sebaya dan interaksi yang mudah dengan mereka;
  • Kemampuan untuk mencari tokoh panutan yang positif;
  • Tingkat kemandirian yang tepat (mengingat usia dan kapasitas pengembangan), namun punya kemampuan untuk mencari bantuan bila diperlukan;
  • Keterlibatan reguler dalam permainan yang aktif atau minat yang aktif dalam hobi dan aktivitas;
  • Kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan;
  • Tergantung dari usia dan perkembangan, kecenderungan untuk berpikir sebelum bertindak;
  • Kecenderungan untuk bertindak atau mengendalikan aspek-aspek kehidupan mereka, sejauh mereka bisa;
  • Gagasan / mimpi-mimpi yang positif tentang masa depan;
  • Rasa kebersamaan dan rasa dihargai.
Seorang anak yang tahan memiliki tiga ciri antara lain :
  1. Perasaan nilai pribadi;
  2. Rasa efektivitas pribadi yakni bahwa mereka memiliki pengendalian terhadap kehidupan mereka dan berbeda dengan orang lain;
  3. Sejumlah keterampilan pemecahan masalah sosial
Dikutip dari berbagai sumber

Baca juga:

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Wednesday, October 23, 2019

Memahami Perilaku Anak


Seorang anak dilahirkan ke dunia ini bagaikan selembar kertas putih, tanpa mengetahui seperti apa warna dunia yang akan hadir di dalam kertas tersebut. Orangtua dan lingkungan sangat berperan dalam memberikan warna pada kehidupan anak. Dari orangtua dan lingkunganlah mereka  belajar mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. Pembentukan perilaku atau karakter anak dimulai sejak usia dini melalui kebiasaan sehari-hari di rumah  bersama orangtua, saudara kandung, keluarga lainnya dan teman bermain, juga di sekolah (TAS, TPA, TK, PAUD, TPA, RA).

Cara Meningkatkan Perilaku Baik Anak

Seringkali orangtua hanya memberikan perhatian ketika anak berkelakuan buruk dan cenderung lupa memberikan perhatian pada perilaku baik anak. Dalam kondisi tersebut anak akan merasa bahwa dengan melakukan hal yang buruk ia akan mendapatkan perhatian dari orangtua. Berikut ini merupakan beberapa cara agar orangtua dapat meningkatkan perilaku baik anak dan sedikit demi sedikit akan mengurangi perilaku buruk anak.

   A. Memuji perilaku baik anak
Seorang anak memerlukan dorongan positif dari orangtuanya, seperti sebuah tanaman yang membutuhkan air untuk terus hidup. Dorongan positif ini dapat diberikan melalui pujian. Jangan ragu untuk memuji anak atau memberitahu kepada anak bahwa orangtua merasa senang akan hal baik yang telah dilakukan anak.
Ketika orangtua sering menunjukkan rasa senang, mengucapkan pujian dan terima kasih setelah anak melakukan hal baik atau setelah anak melakukan hal yang diharapkan orangtua, maka anak akan mengetahui mana perilaku yang baik dan mana yang tidak baik. Selain itu anak juga akan terdorong untuk melakukan lagi hal baik tersebut. Namun jika orangtua tidak memberikan respon yang baik (memuji) terhadap perilaku baik tersebut, maka anak akan menganggap hal yang dilakukannya tersebut tidaklah penting

   B. Memberikan penghargaan
Jika orangtua merasa anak telah melakukan sesuatu yang baik, tidak ada salahnya sesekali memberikan penghargaan kepada anak. Saat anak mendapatkan penghargaan karena ia telah melakukan hal baik maka penghargaan tersebut akan mejadi motivasi bagi anak untuk terus melakukan hal baik tersebut. Orangtua bisa memberikan penghargaan sederhana dan tidak memerlukan biaya mahal, misalnya memijat anak, memasak makanan kesukaannya atau mengajaknya bermain bersama.
Namun, orangtua juga perlu cermat dalam memberikan penghargaan kepada  anak. Seringkali anak berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya dengan menangis, menjerit, berteriak, memukul, dan sebagainya. Hal tersebut membuat orangtua menjadi bingung, tidak sabar, dan kesal menghadapi mereka, bahkan terkadang merasa malu, dan pada akhirnya menuruti permintaan anak. Anak  menggunakan cara-cara tersebut karena ia belum tahu seperti apa seharusnya bersikap dengan lebih  baik jika ia menginginkan sesuatu. Orangtua dapat mengatakan dengan tegas kepada anak bahwa ia  akan mendapatkan apa yang diinginkannya hanya jika ia berkelakuan baik.
Selain itu, menceritakan hal baik yang telah dilakukan anak kepada anggota keluarga lainnya dihadapan anak tersebut akan membuat anak merasa ia mendapatkan dukungan dari seluruh anggota keluarga untuk terus berbuat baik.

Dampak dari Kekerasan Fisik dan Non Fisik Terhadap Anak

Banyak orangtua yang merasa bingung menghadapi perilaku buruk anak hingga pada akhirnya  mengambil cara singkat dengan menggunakan kekerasan kepada anak, misalnya dengan memukul, mencubit, menjewer, membentak dan memaki anak. Orangtua berfikir bahwa dengan menggunakan kekerasan maka anak akan berhenti melakukan hal buruk, padahal tanpa disadari kekerasan tersebut tidak menghentikan perilaku buruk melainkan membuat anak semakin merasa tertantang untuk melakukan lagi perilaku buruk tersebut. Lebih jauh lagi, tindakan tersebut dapat memunculkan perilaku buruk lainnya.
Orangtua  perlu  mengetahui  dampak  dari menggunakan kekerasan (terutama dampak kekerasan  fisik kepada anak), diantaranya adalah :
  • Anak akan menganggap bahwa memukul, mencubit, atau menyakiti orang lain adalah hal yang boleh  dilakukan ketika merasa marah.
  • Memukul dapat menyakiti tubuh anak. Orangtua terkadang tidak menyadari kekuatan yang digunakan saat memukul seseorang yang tubuhnya jelas lebih kecil dari orang dewasa.
  • Kekerasan tidak mengajarkan kepada anak bagaimana cara merubah perilaku  buruk  mereka, tetapi membuat anak merasa takut kepada orangtua, merasa dipermalukan dan bingung. Bahkan terkadang anak mencari cara agar tidak ketahuan orangtua bahwa ia masih melakukan kebiasaan buruknya tersebut. Bagi anak yang mencari perhatian dengan melakukan hal-hal buruk, kekerasan fisik yang dilakukan orangtua akan menjadi bentuk perhatian yang dicarinya. Anak akan beranggapan bahwa daripada ia tidak mendapatkan perhatian sama sekali maka lebih baik ia bertingkah buruk agar mendapat perhatian.
  • Kekerasan dapat menyebabkan anak menjadi agresif, pemarah, dan tidak patuh. Mengurangi perilaku buruk anak tanpa menggunakan kekerasan harus disesuaikan dengan usia anak. Misalnya bagi anak usia di bawah 2 tahun akan lebih efektif jika orangtua mengubah lingkungan sekitar anak agar menjadi lebih aman sehingga ia terhindar  dari melakukan hal-hal yang membahayakan. Sementara bagi anak yang lebih besar, perilaku buruk dapat dikurangi dengan memberikan penjelasan terhadap akibat dari perilakunya tersebut dan membuat peraturan bersama. Hal tersebut akan lebih baik daripada hanya memberikan hukuman ('Parent Effectiveness Training, Thomas Gordon, 2000)
Berikut ini adalah beberapa cara lain yang dapat dilakukan orangtua untuk menghindari anak melakukan hal yang tidak diharapkan oleh orangtua :
  • Menyediakan  kesempatan bermain  yang  banyak (kegiatan positif). Ketika anak disibukkan dengan melakukan hal yang disukainya (bermain), maka mereka akan terhindar  dari kemungkinan melakukan hal-hal yang "menggangu" orangtua.
  • Membatasi kegiatan anak  yang akan mengganggu atau kurang baik. Ada saat dimana  orangtua  sebaiknya membatasi kegiatan anak untuk  menghindari  anak menjadi terlalu Ielah dan membuatnya menjadi "rewel". Misalnya saat mendekati waktu tidur. Terkadang, tanpa sadar orangtua mengajak anak untuk melakukan banyak hal seperti terlalu banyak bermain sesaat sebelum anak tidur, kemudian saat tidur, orangtua berharap anak menjadi tenang dan bisa dikontrol. Pada saat seperti itu  sebaiknya orangtua berusaha  mengurangi  kegiatan  anak, mengajaknya mulai membereskan mainan terlebih dahulu, menggendong anak yang masih  kecil, membuat mereka lebih santai. Orangtua juga dapat memberikan kesempatan dan peringatan lebih awal sebelum anak akan melakukan aktivitas selanjutnya, misalnya saat waktu untuk tidur telah tiba sedangkan anak masih sibuk bermain, orangtua dapat mengingatkan lebih awal dengan mengatakan "5 menit lagi kita akan tidur, besok kamu bisa bermain lagi".
Cara Mengurangi Perilaku Buruk Anak

Ketika anak sudah lebih besar, yaitu telah memahami instruksi sederhana dari orangtua, orangtua  dapat menggunakan "kata-kata" atau kalimat sederhana untuk mengatasi perilaku buruk anak. 

Yang terpenting adalah orangtua memiliki sikap dan tindakan yang konsisten dalam menghadapi perilaku anak. Sikap konsisten dari orangtua sangat menentukan perubahan perilaku buruk anak. Maksudnya adalah ketika anak dan orangtua sudah menyepakati akibat atau hal apa yang akan diterimanya jika  berkelakuan  buruk  maka orangtua  harus tetap melaksanakan hal tersebut. Anak  pasti akan mencoba untuk tidak mematuhi kesepakatan yang telah dibuat, namun orangtua harus tetap bisa secara konsisten (tegas) menerapkan apa yang telah disepakati bersama.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Monday, October 21, 2019

Mengupayakan Perspektif Hak Anak dalam Pengasuhan di LKSA / Panti Asuhan


(Kutipan isi materi) Hak-hak anak antara lain :
  • Hidup, hak atas hidup dan kebutuhan dasar untuk keberlangsungan hidup anak.
  • Tumbuh-kembang, hak untuk  mengembangkan potensi secara penuh.
  • Perlindungan, perlindungan dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, perlakuan salah dan eksploitasi.
  • Partisipasi, hak memungkinkan  anak-anak bisa terlibat dalam hal-hal yg mempengaruhi hidup mereka.
Kondisi anak di Jawa Tengah
  • Jumlah penduduk Jawa Tengah 33.270.207 jiwa (13,6% dari jumlah penduduk Indonesia) dengan seks rasio perempuan 50,4% dan laki-laki 49,6%.
  • 31,55% dari jumlah penduduk Jawa Tengah adalah ANAK (usia 0 s.d. 18 tahun).
  • Jumlah penduduk miskin (tahun 2011) sekitar 5.217.200 jiwa atau 16,11% dari penduduk Jateng dengan jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 2.908.390 keluarga atau 30,14% dari jumlah keluarga di Jateng.
Berikut materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".

  Baca juga :
Implementasi Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA)
Kebijakan Akreditasi LKSA dan Sertifikasi Peksos
Problematika Perlindungan dan Pengasuhan Anak di LKSA dan PSAA
Pengasuhan Anak di Berbagai Belahan Dunia
Piramida Kepengasuhan

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Fase Perkembangan Anak secara Fisik, Emosional/Sosial dan Intelektual/Kognitif


Fase Perkembangan Anak secara Fisik, Emosional/Sosial dan Intelektual/Kognitif dilihat dari usia anak antara lain :

A.  Anak-anak usia sekolah (7-9 tahun)

Fisik :
  1. Telah meningkatkan koordinasi dan kekuatan;
  2. Menikmati menggunakan keterampilan baru, baik motorik kasar atau halus;
  3. Berat badan dan tinggi badan terus meningkat.
Emosional/sosial :
  1. Kemampuan untuk berinteraksi dengan rekan sebaya meningkat;
  2. Memiliki lebih banyak teman dari jenis kelamin yang sama;
  3. Kemampuan untuk berkompetisi meningkat;
  4. Mengembangkan dan menguji nilai-nilai dan kepercayaan yang akan menuntun perilaku sekarang dan masa depan;
  5. Memiliki identitas kelompok yang kuat, terus mengembangkan diri melalui rekan sebaya.;
  6. Perlu mengembangkan rasa penguasaan dan pencapaian berdasarkan kekuatan fisik, pengendalian diri dan prestasi sekolah.
Intelektual/kognitif :
  1. Pada usia awal, anak-anak mulai berpikir logis, yang berarti bahwa mereka mulai menggunakan pengetahuan pribadi mereka dan pengalaman mereka atas situasi tertentu untuk menentukan apakah itu masuk akal atau tidak, bukannya menerima saja apa yang mereka lihat;
  2. Konsep temporal berkembang pesat pada usia ini, karena mereka mulai memahami gagasan tentang waktu, serta hari, tanggal dan waktu sebagai sebuah konsep yang berbeda dengan angka;
  3. Kebanyakan anak-anak telah memiliki konsep kognitif dan linguistik dasar yang diperlukan untuk mengomunikasikan sebuah kejadian yang abusif secara memadai;
  4. Mereka juga bisa meniru pola bicara orang dewasa. Akibatnya, mudah untuk dilupakan bahwa anak-anak seusia ini masih belum berkembang sepenuhnya secara kognitif, emosional dan linguistis.
B.  Remaja Awal (10-12 tahun)

Fisik :
  1. Koordinasi dan kekuatan telah meningkat;
  2. Bagian-bagian tubuh telah berkembang menyerupai orang dewasa;
  3. Mulai masuk masa puber – perkembangan seksual yang nyata, perubahan suara, dan bau badan adalah hal yang biasa terjadi.
Emosional/sosial :
  1. Kemampuan untuk berinteraksi dengan rekan sebaya meningkat;
  2. Kemampuan untuk berkompetisi meningkat;
  3. Mengembangkan dan menguji nilai-nilai dan kepercayaan yang akan menuntun perilaku di masa kini dan masa mendatang;
  4. Memiliki identitas kelompok yang kuat, terus mengembangkan diri melalui rekan sebaya;
  5. Perlu mengembangkan rasa penguasaan dan pencapaian berdasarkan kekuatan fisik, dan pengendalian diri;
  6. Mengembangkan konsep diri sebagian karena keberhasilan di sekolah.
Intelektual/kognitif :
  1. Remaja awal telah meningkatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan keterampilan;
  2. Tahun-tahun remaja awal ditandai dengan dimulainya berpikir abstrak tapi berubah menjadi pemikiran yang konkret di bawah tekanan;
  3. Meskipun berpikir abstrak umumnya dimulai pada periode usia ini, remaja masih mengembangkan metode penalaran ini dan tidak bisa membuat seluruh lompatan intelektual, seperti menyimpulkan sebuah motif atau penalaran secara hipotetis;
  4. Remaja dalam usia ini belajar mengembangkan cara berpikir mereka di luar pengalaman atau pengetahuan pribadi mereka dan mulai melihat dunia luar melalui perspektif hitam-putih atau perspektif benar-salah;
  5. Kemampuan interpretatif berkembang selama masa remaja awal ini, seperti halnya kemampuan untuk mengenal urutan sebab dan akibat;
  6. Remaja awal bisa menjawab siapa, apa, di mana, dan kapan, tapi masih mengalami kesulitan dengan pertanyaan mengapa.
C.  Remaja Menengah (13-17 tahun)

Fisik :
  1. 95% telah mencapai tinggi orang dewasa;
  2. Tidak begitu peduli dengan perubahan fisik tapi sangat tertarik dengan penampilan pribadi;
  3. Aktivitas fisik semakin meningkat;
  4. Karakteristik seksual sekunder.
Emosional/sosial :
  1. Konflik dengan keluarga cukup menonjol akibat adanya ambivalensi tentang kemandirian;
  2. Ikatan teman sebaya yang kuat;
  3. Suka bereksperimen – seks, narkoba, teman, pekerjaan, perilaku yang berisiko;
  4. Berjuang dengan rasa identitas;
  5. Angin-anginan;
  6. Menolak nilai-nilai dan gagasan orang dewasa;
  7. Mengambil risiko – “itu tidak akan terjadi pada saya.”;
  8. Mencoba peranan orang dewasa;
  9. Menguji nilai-nilai dan gagasan baru;
  10. Pentingnya hubungan – mungkin telah mulai memiliki hubungan asmara.
Intelektual/kognitif :
  1. Pertumbuhan dalam pikiran abstrak berubah menjadi pikiran konkret di bawah tekanan;
  2. Hubungan sebab-akibat dipahami dengan lebih baik;
  3. Sangat asyik dengan diri sendiri.


|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Tuesday, October 15, 2019

Waspada dengan HOAX yang Tersebar di Internet


Di era teknologi yang semakin hari semakin canggih ini banyak sekali kemudahan untuk mengakses segala informasi seluruh dunia di segala bidang, entah itu teknologi, pendidikan, sosial, pemerintahan dan masih banyak lagi. Semua itu tentu akan lebih baik kalau kita sebagai penggunanya menyaring informasi tersebut dengan bijak dan benar. Jangan sekali kita langsung mempercayai informasi yang ada tanpa kita memfilter dan mencari fakta-fakta yang valid.

Namun sayangnya banyak sekali orang yang “modal” share informasi tanpa membacanya terlebih dahulu dan mengecek kebenaran informasi tersebut ke media internet seperti media sosial, website dan portal lainnya, sehingga dampak yang akan ditimbulkan akan besar ketika orang lain yang membaca atau melihat informasi tersebut merasa tidak terima dan nantinya akan berujung konflik. Tentu kita tidak mau seperti itu terjadi.

Hoax banyak sekali beredar di dunia maya terutama di media sosial seperti Facebook, Instagram, Whatsapp, Twitter dan lainnya. Hoax merupakan kabar bohong yang memang sudah direncanakan orang yang membuatnya, dengan kata lain sengaja memanipulasi informasi untuk memberikan pemahaman yang salah. 

Beberapa sumber menyatakan bahwa antara hoax dengan berita bohong mempunyai perbedaan. Kalau hoax terdapat penyelewengan fakta/berita yang memang sudah direncanakan, sedangkan berita bohong dapat terjadi karena orang salah kutip atau salah mendengar dari narasumber informasi. Tentu ini ada sedikit perbedaan, namun pada dasarnya kita sebagai umat muslim harus menghindari hal tersebut.

Kebohongan dalam Islam secara umum hukumnya adalah haram. Hoax termasuk dosa dan haram hukumnya. Untuk itu “Hentikan dan Jauhi Hoax”.

Mari kita teliti dan membaca kembali informasi yang kita dapat sebelum menge-share ke teman atau media sosial lain. Jangan terburu-buru menerima informasi tersebut sebelum paham akan kebenarannya.

Baca juga:
Istiqamah di Jalan Allah
Bulan Ramadhan, Bulan Al Qur’an
Mari Perbanyak Amalan di Bulan Ramadhan

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Sunday, October 6, 2019

Implementasi Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA)


(Kutipan isi materi) Dasar Hukum Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA), antara lain :
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara 2. Republik Indonesia Nomor 3143)
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan 3. 3.Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967)
  • Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara
  • Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA)
  • Peraturan Menteri Sosial Nomor 17/HUK/2012 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial
  • Peraturan Menteri Sosial Nomor 18/HUK/2012 tentang Sertifikasi bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Latar Belakang Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA), diantaranya :
  • Untuk menjamin terpenuhi hak-hak anak diperlukan pengasuhan dalam keluarga atau pengasuhan alternatif yang memadai
  • Untuk memastikan lembaga kesejahteraan sosial anak menyelenggarakan pengasuhan anak yang memenuhi hak-hak anak, perlu adanya Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA), maka ditetapkanlah Peraturan Menteri Sosial tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
  • Untuk meningkatkan tingkat kelayakan dan standardisasi  LKSA perlu adanya penilaian melalui pelaksanaan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial
Sasaran SNPA, yaitu :
  • Standar Pelayanan Minimal (SPM) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) mengacu pada Permensos RI Nomor 30 Tahun 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
  • Standar Nasional Pengasuhan Anak berisi norma, standar, prosedur dan kriteria dalam pelaksanaan pengasuhan anak yang digunakan sebagai pedoman bagi lembaga kessejahteraan sosial anak dalam penyelenggaraan pengasuhan anak
Standar Nasional Pengasuhan Anak, terdiri dari :
  • Prinsip-prinsip pengasuhan alternatif untuk anak
  • Penentuan respon yang tepat untuk anak
  • Pelayanan Pengasuhan
  • Kelembagaan
Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".



|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Thursday, October 3, 2019

Kebijakan Akreditasi LKSA dan Sertifikasi Peksos


(Kutipan isi materi) Kompetensi Praktek Pekerjaan Sosial
Definisi Pekerjaan Sosial adalah aktivitas profesional berdasar keterpaduan pengetahuan, keterampilan dan nilai untuk membantu dan memberdayakan individu, keluarga, kelompok, masyarakat dan organisasi sosial, meningkatkan / memulihkan keberfungsian, dan potensi kesejahteraan sosial mereka.

KOMPONEN PROFESI
  • Sertifikasi Kompetensi
  • Mandat/Izin Praktek
  • Standard Praktek
  • Kode Etik
PUSBINJABFUNG PEKSOS & PENSOS
Melaksanakan perumusan kebijakan dan koordinasi serta pelaksanaan di bidang pembinaan jabatan fungsional Pekerja Sosial ; Pembinaan Tenaga Kesejahteraan Sosial ; Pembinaan Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial ; Pembinaan Akreditasi dan Pembinaan Sertifikasi.

Berikut dibawah ini materi full versi-nya, silahkan download disini.
Untuk membuka file hasil downloadnya dapat dilihat disini.
Apabila kesulitan untuk mendownload, silahkan cek "Cara Download".



|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||