:: SELAMAT DATANG - SUGENG RAWUH - WELCOME ::

WEBSITE LKSA DARUL HADLONAH BOYOLALI

Gedung Asrama Anak Asuh Putri

LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Gedung Asrama Anak Asuh Putra

LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Foto Bersama dalam Acara Penyerahan Sertifikat Akreditasi LKSA

Alhamdulillah LKSA Darul Hadlonah sudah terakreditasi

Kunjungan BALKS ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Tim Asesor Akreditasi LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

TEPAK (Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga)

Kegiatan TEPAK LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Character Building

Kegiatan Karakter Membangun Karakter di LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Indahnya berbagi antar sesama

Makan Bersama Donatur di LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Yonif Raider 408/SBH Berbagi

Kegiatan Bakti Sosial Yonif Raider 408/SBH ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Pelatihan Metodologi Qiroati LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Pelatihan Metodologi Qiroati di Asrama Putra LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Monday, December 7, 2020

Pelatihan Metodologi Qiroati LKSA Darul Hadlonah Boyolali



Melihat banyaknya fenomena yang terjadi yang berkaitan dengan bacaan Al Qur’an. Banyak orang yang membaca Al Qur’an tanpa memperhatikan kaidah bacaan (tajwid), sehingga dalam membacanya banyak yang salah sehingga merubah arti dari yang sebenarnya. Seperti contoh bacaan imam dalam sholat, imam dituntut untuk membaca Al Qur’an dengan fasih menggunakan kaidah bacaan (tajwid) karena hal itu merupakan syarat untuk menjadi seorang imam. Melihat dari fenomena inilah perlu diadakan pembelajaran Al Qur’an sejak dini. Dalam membaca Al Qur’an kita sebagai umat Islam dituntut untuk membaca dengan benar (fasih) sesuai dengan kaidah tajwid yang berlaku. Dari tuntutan inilah bermunculan metode-metode baca Al Qur’an, diantaranya adalah Metode Klasik Alif Ba Ta, Metode Iqro, Metode Al Hira’, Metode Al-Barqi, Metode BaQmi dan Metode Qiroati.

Metode Alif Ba Ta adalah metode klasik yang bertahan lama. Hampir semua lembaga pendidikan Islam menerapkan metode Alif Ba Ta untuk mengajarkan Al Qur’an. Metode ini lebih menekankan pada ejaan. Sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya hingga mencapai Al Qur’an. Namun beberapa kelebihan dari metode ini adalah para anak asuh mengenal huruf asli tanpa diberi baris. Setelah metode Alif Ba Ta hilang maka muncullah metode Iqro’. Jilid pertama dalam metode iqro’ anak asuh langsung mengenal huruf yang sudah diberi baris tanpa terlebih dahulu dikenalkan huruf aslinya. Sehingga anak asuh tidak mengenal huruf asli, namun metode ini lebih ditekankan pada baris-baris dalam bacaan. Pada metode iqro’ anak asuh harus menyelesaikan sampai jilid VI sehingga perlu waktu yang lama untuk menyelesaikannya.

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali adalah lembaga yang memiliki banyak program dalam bidang keagamaan. Karena selain sekolah formal yang menjadi tujuan utama dari lembaga tersebut Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali juga memiliki beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pemahaman dan penguasaan Al Qur’an. Pemahaman dan penguasaan Al Qur’an bisa melalui menghafal dan tahsin Al Qur’an. Untuk meningkatkan kemampuan bacaan Al Qur’an, anak – anak asuh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali menggunakan beberapa metode dalam membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan bacaan. Salah satunya adalah metode Qiroati. Metode Qiroati dipandang sebagai metode yang efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca Al Qur’an anak asuh.

Berdasarkan beberapa hal tersebut Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali mengadakan kegiatan Pelatihan Metodologi Qiroati. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 4 (empat) hari yaitu tanggal 6, 11, 12, dan 13 Desember 2020 bertempat di Aula Lantai 2 putra LKSA Darul Hadlonah Boyolali. Kegiatan tersebut diawali dengan acara pembukaan dengan sambutan dari ketua YKMNU Kabupaten Boyolali, Ny. Hj. Wiqoyatun, S.Ag dan pelatihan selanjutnya disampaikan oleh 3 Guru yaitu, Pak Wahid, Bu Siti Zuhriyah, dan Pak Muntaha selama 1 hari. Semoga dengan adanya pelatihan ini khususnya yang mengikuti pelatihan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali dapat lebih memahami tentang cara dan konsep menghafal Al Qur’an dengan metode Qiroati.

Dikutip dari berbagai sumber


|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||


Thursday, September 10, 2020

Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK)


PENGERTIAN UMUM

A. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 

B. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Menyebutkan bahwa kelompok rentan adalah salah satu sasaran dari penyelenggaraan penanggulangan bencana, melalui kegiatan penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud adalah bayi, balita dan anak-anak; ibu yang sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat; dan lanjut usia.

C. Permensos No. 8 tahun 2012, tentang Pedoman Pendataan & Pengelolaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang disabilitas, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. 

Berdasarkan pengertian tersebut, anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia 6 (enam) sampai dengan 18 tahun, yang berada situasi dan kondisi sebagai berikut:

Dalam Situasi Darurat 

  1. Korban perdagangan dan eksploitasi, ekonomi dan sosial
  2. Korban kekerasan 
  3. Kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil
  4. Menjadi korban penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) 
  5. Terinfeksi HIV/AIDS 

Pengertian Khusus, Kriteria dan Ciri-Ciri:

  1. Anak dalam situasi darurat
  2. Anak yang menjadi pengungsi
  3. Anak korban kerusuhan
  4. Anak korban bencana alam
  5. Anak Dalam situasi konflik bersenjata


Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||


Anak Korban Kekerasan


Faktor Diri Sendiri Anak

Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamental lemah, ketidaktahuan akan hak-haknya, anak terlalu bergantung kepada orang tua

Perilaku Menyimpang pada Anak

Menderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis disebabkan ketergantungan anak kepada lingkungannya

Faktor Lingkungan

Faktor orang tua/keluarga, antara lain praktek-praktek budaya yang merugikan anak seperti kepatuhan anak kepada orang tua, dibesarkan dengan penganiayaan, gangguan mental, belum mencapai kematangan fisik, emosional maupun sosial, terutama bagi mereka yang mempunyai anak sebelum berusia  20 tahun, dan pecandu minuman keras dan obat

Faktor lingkungan sosial/komunitas, antara lain kemiskinan, kondisi sosial ekonomi yang rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri, status wanita yang dipandang rendah, sistem keluarga patriarkhal, dan nilai masyarakat yang terlalu individualistis.


Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||


Monday, June 1, 2020

Anak Balita Terlantar


Anak Balita Terlantar
Pengertian Anak Balita terlantar menurut Kementerian Sosial RI adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial. 
Adapun kriteria keterlantaran anak balita adalah sebagai berikut :
  1. Terlantar/ tanpa asuhan yang layak;
  2. Berasal dari keluarga sangat miskin / miskin;
  3. Kehilangan hak asuh dari orangtua/ keluarga;
  4. Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang tua/keluarga;
  5. Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan; dan
  6. Anak balita yang menderita gizi buruk atau kurang.
Program Pelayanaan Anak Balita Terlantar
"Balita terlantar tentunya akan menjadi anak negara, diasuh di panti–panti sosial dan akan tetap berada di bawah pengawasan pemerintah, kalau tidak ditangani secara cepat akan ada oknum – oknum tertentu yang akan memanfaatkan situasi tersebut, Ini menjadi hal yang ironis dan memprihatinkan, seyogyanya ada kesadaran dari semua pihak baik aparat pemerintah maupun masyarakat betapa pentingnya memperhatikan hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh kembang, mendapatkan perlindungan dan berpartisipasi. Terbatasnya cakupan program untuk menjangkau anak-anak dari keluarga miskin yang jumlahnya besar, belum optimalnya kerjasama antara lembaga-lembaga. 

Kementerian Sosial telah menindaklanjuti untuk merumuskan Rencana Strategis Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak 2010-2014 dan menjadi acuan utama ditetapkannya Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), program PKSAB akan terus disosialisasikan agar masyarakat bisa lebih mengetahui program nasional pemerintah. Salah satu upaya pemerintah untuk merespon keragaman kebutuhan esensial anak secara individual, sehingga hak dasar anak yakni hak hidup, tumbuh kembang, pengasuhan dan perlindungan, serta hak partisipasi dapat dipenuhi, dan masalah-masalah sosial anak dapat diatasi secara signifikan melalui Program Kesejahteran Sosial Anak Balita (PKSAB). PKSAB merupakan  program yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan yang mampu menjangkau sasara dengan lebih adil dan merata.

Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak. 
PKSA ini meliputi : 
- Bantuan/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar, 
- Aksesbilitas pelayanan sosial dasar, 
- Penguatan orangtua/keluarga 
- Penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. 

Tujuan dari PKSA adalah untuk mewujudkan pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi, sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud.

Kriteria Penerima Program
Penerima manfaat program ini diprioritaskan kepada anak-anak yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. 

Prioritas penerima manfaat dibagi dalam 6 (enam) kelompok, meliputi: 
  • Anak balita terlantar dan/atau membutuhkan perlindungan khusus (5 tahun ke bawah). 
  • Anak telantar/tanpa asuhan orangtua (6 – 18 tahun), meliputi: anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orangtua/keluarga atau anak  kehilangan hak asuh dari orangtua/keluarga.
  • Anak terpaksa bekerja di jalanan (6-18 tahun) meliputi: anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, anak yang bekerja dan hidup di jalanan. 
  • Anak berhadapan dengan hukum (6 – 18 tahun) meliputi: anak yang diindikasi melakukan pelanggaran hukum, anak yang mengikuti proses peradilan, anak yang berstatus diversi, anak yang telah menjalani masa hukuman pidana, dan anak yang menjadi korban perbuatan pelanggaran hukum. 
  • Anak dengan kecacatan (0 – 18 tahun), meliputi: anak dengan kecacatan fisik, anak dengan kecacatan mental dan anak dengan kecacatan ganda.
  • Anak yang memerlukan perlindungan khusus lainnya (6 – 18 tahun), meliputi: anak dalam situasi darurat, anak korban trafficking (perdagangan), anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak korban eksploitasi, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi serta dari komunitas adat terpencil, anak yang menjadi korban penyalagunaan narkotika, alcohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), serta anak yang terenfeksi HIV/AIDS. 
PERSYARATAN DAN KEWAJIBAN PENERIMA MANFAAT/LAYANAN
Sasaran penerima layanan PKSA, baik anak, orangtua/keluarga maupun lembaga kesejahteraan sosial yang menjadi mitra pendamping harus memenuhi persyaratan (conditionalities) sebagai berikut:
  • Adanya perubahan sikap dan perilaku (fungsi sosial) ke arah positif. 
  • Intensitas kehadiran dalam layanan sosial dasar dari berbagai organisasi/lembaga semakin meningkat.
  • Peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang bermitra dengan instansi sosial dalam mendampingi anak sehingga anak dapat terhindar dari penelantaran, eksploitasi, kekerasan dan diskriminasi. 
PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan dan bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat (conditional cash transfer), yang meliputi: 
  • Bantuan sosial/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar.
  • Peningkatan aksesbilitas terhadap pelayanan sosial dasar (akte kelahiran, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal dan air bersih, rekreasi, ketrampilan dan lain-lain).
  • Penguatan dan tanggungjawab orangtua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak. 
Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Saturday, May 30, 2020

Perdagangan Anak


Dampak perdagangan anak tidak hanya dirasakan oleh anak sebagai korban, akan tetapi dirasakan pula oleh keluarganya.
Dampak bagi anak
Anak mengalami permasalahan tumbuh kembang anak baik secara kognitif, psikis, fisik, maupun dampak sosial dan perilaku.
  • Dampak secara kognitif, anak mempunyai IQ yang lemah, prestasi akademik yang buruk, bahkan anak mengalami drop out dari sekolah, dan kemampuan bahasa yang rendah
  • Dampak secara psikis, dampak perdagangan akan menghancurkan anak. Anak mengalami penderitaan yang akut akibat terpisah dari keluarganya dan jauh dari rumahnya. Anak akan mengalami trauma atau rasa frustrasi terhadap peristiwa yang dialaminya. Peristiwa frustrasi dan traumatis ini dialami tidak sama antara satu korban dengan korban yang lainnya. 
  • Dampak secara fisik, adalah gizi buruk dikarenakan pola makan yang tidak teratur serta kualitas makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi standar gizi seimbang yang seharusnya dikonsumsi oleh anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan
  • Dampak sosial dan perilaku, anak menjadi pasif, tidak asertif atau perilaku menarik diri dari lingkungannya. Perilaku ini muncul karena anak dalam waktu yang lama terpisah baik dari lingkungan sebayanya maupun lingkungan keluarganya. Akibatnya anak tidak dapat bergaul dengan anak-anak lain seusianya dan kehilangan komunikasi dengan keluarganya. Anak akan tumbuh menjadi peribadi yang kasar karena mereka biasanya tidak mengenal norma atau aturan yang berlaku dalam masyarakat. anak selalu curiga kepada orang-orang yang berupaya memberikan bantuan padanya karena mereka biasanya diajarkan tidak mudah percaya kepada orang lain, walaupun mempunyai itikad yang baik.
Anak korban perdagangan anak, juga berdampak kepada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak, seperti tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, kondisi tempat tinggal yang tidak bersih dan tidak aman, pengasuhan yang tidak tepat, dan kebutuhan akan pendidikan. Anak juga akan kehilangan hak-haknya, antara lain:
  • Hak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
  • Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
  • Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
  • Hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat  kecerdasannya sesuai dengan bakatnya.
Dampak bagi keluarga
Keluarga yang memiliki anak korban perdagangan tidak dapat memelihara keseimbangan didalam keluarga karena mengalami gangguan. Keluarga tidak dapat berfungsi sebagai penyeimbang (homeostatis). Keluarga telah gagal dalam melakukan pengasuhan kepada anak karena tidak dapat memberikan perlindungan kepada anaknya sehingga mereka terjerembab dalam lingkaran perdagangan manusia yang sulit untuk dapat diselesaikan. Keluarga kehilangan fungsi kontrol pertumbuhan dan kehidupan anak karena mereka hidup terpisah dan tidak memiliki orang lain yang dapat diandalkan untuk mengawasi anaknya diluar pengawasan keluarganya.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Anak Korban Penyalahgunaan NAPZA


Anak atau remaja yang menjadi penyalahguna NAPZA, biasanya memiliki ciri-ciri pribadi yang rentan. Remaja yang rentan terhadap penyalahgunaan NAPZA ditandai dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
- Mudah Kecewa
- Melakukan hal yang disukai tanpa batas
- Memiliki kepribadian lemah
- Kurang motivasi untuk berkarya
- Senang jalan pintas
- Mengabaikan peraturan
- Tidak sabar dalam pemuasan keinginan
- Mudah percaya pada orang lain
- Mudah bosan dan tidak toleran
- Rendahnya penghayatan keagamaan
- Tidak berani menghadapi tantangan
- Mempunyai gangguan kejiwaan
- Tidak mampu mengatasi masalah
- Suka merokok 
- Menderita gangguan tingkah laku
- Berteman dengan peminum
- Prestasi rendah dan malas belajar
- Berteman dengan penyalahguna NAPZA
- Tidak diterima teman sebaya
- Diterlantarkan oleh keluarga

Berdasarkan hal tersebut, terdapat faktor yang menyebabkan remaja menjadi penyalahguna NAPZA, yaitu:
Faktor internal individu
Meliputi beberapa aspek, yaitu lemahnya kepribadian remaja, dinamika relasi khusus antara faktor psikis dan fisik yang kurang menguntungkan remaja, refleksi sikap yang menentang, perkembangan emosi yang tidak stabil, tidak mampu menyesuaikan diri, menderita ganguan tingkah laku sejak kecil, kurang pengalaman karena faktor usia, pemahaman yang salah, dan kurangnya pemahaman agama 
Faktor Eksternal atau Lingkungan
Antara lain ketidakharmonisan hubungan antara orang tua, orang tua terlalu menekan anak, perselisihan antar saudara, pengaruh pergaulan yang buruk, dan dampak negatif dari keadaan sekolah, serta pengaruh negatif lingkungan terhadap perkembangan kepribadian

Anak Terinfeksi HIV/AIDS
Terdapat beberapa faktor yang menempatkan anak pada resiko penularan virus HIV, sebagai berikut :
  • Ketidakberdayaan dalam hubungan seksual, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman-teman sebaya mereka.
  • Tekanan-tekanan psikologis, fisik dan sosial/kultural untuk terlibat dalam perilaku-perilaku yang tidak aman, seperti hubungan seks yang tidak terlindungi dan pemakaian NAPZA jarum suntik, paksaan dari orang tua atau orang dewasa lainnya yang seringkali dengan menggunakan kekerasan.
  • Kurangnya pengetahuan tentang HIV dan AIDS, penyakit yang ditularkan secara seksual dan informasi kesehatan yang terkait dengannya.
  • Pemahaman dan keterampilan yang tidak memadai untuk menghindari atau menanggapi situasi-situasi dimana terdapat resiko tinggi untuk tertular, termasuk buruknya keterampilan hidup untuk berkomunikasi, mengidentifikasi bahaya, perlindungan diri, pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
  • Kurangnya pengenalan terhadap pelayanan-pelayanan kesehatan dan sumber-sumber informasi, dukungan dan perlindungan potensial lainnya dan kurangnya rasa percaya diri, adanya rasa takut sehingga menjadi kendala dalam menjangkau pelayanan-pelayanan tersebut.
  • Sikap-sikap religius dan kultural yang mencegah penggunaan kondom.
  • Tekanan ekonomi, ketiadaaan tempat tinggal, dan kurangnya kesempatan dan aktivitas sumber pendapatanalternatif, sehingga mengarahkan kepada ketertarikan kepada prostitusi atau keterlibatan dalam penggunaan atau perdagangan NAPZA jarum suntik.
Dampak yang terjadi dan dirasakan oleh anak yang memerlukan perlindungan khusus 
Anak yang mengalami kekerasan, eksploitasi, pelecehan dan penelantaran akan mengalami resiko sebagai berikut :
  • Usia yang pendek.
  • Kesehatan fisik dan mental yang buruk.
  • Masalah pendidikan (termasuk keluar dari sekolah).
  • Kemampuan yang terbatas sebagai orang tua kelak.
  • Menjadi gelandangan.
  • Anak akan kehilangan hal yang paling mendasar dalam kehidupannya dan pada gilirannya berdampak sangat serius pada kehidupan anak di kemudian hari, antara lain : Cacat tubuh permanen dan Kegagalan belajar.
  • Gangguan emosional bahkan dapat menjurus pada gangguan kepribadian.
  • Konsep diri yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai atau mencintai orang lain.
  • Pasif dan menarik diri dari lingkungan, takut membina hubungan baru dengan orang lain.
  • Agresif dan kadang-kadang melakukan tindakan kriminal.
  • Menjadi penganiaya ketika dewasa.
  • Menjadi penyalahguna NAPZA.
  • Kematian
Dampak penyalahgunaan NAPZA dikalangan anak dan remaja adalah :
Dampak secara fisik
NAPZA dapat mengakibatkan kerusakan fisik seperti: gagal ginjal; perlemakan hati, pengkerutan hati, kanker hati; radang paru-paru, radang selaput paru, TBC paru; rentan terhadap berbagai penyakit hepatitis B, hepatitis C, dan HIV/AIDS; cacat janin; impotensi; gangguan menstruasi; pucat akibat kurang darah (anemia); penyakit lupa ingatan/pikun; kerusakan otak; pendarahan lambung; radang pankreas; radang syaraf; mudah memar; gangguan fungsi jantung; bahkan menyebabkan kematian.
Dampak secara psikologis
Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan gangguan psikologis seperti: emosi tidak terkendali; curiga berlebihan sampai pada tingkat waham (tidak sejalan antara pikiran dengan kenyataan); selalu berbohong; tidak merasa aman; tidak mampu mengambil keputusan yang wajar; tidak memiliki tanggung jawab; kecemasan yang berlebihan dan depresi; ketakutan yang luar biasa; dan hilang ingatan (gila). 
Dampak secara sosial
Penyalahgunaan NAPZA menimbulkan problema sosial seperti: hubungan dengan keluarga, guru, dan teman serta lingkungannya terganggu; mengganggu ketertiban umum; selalu menghindari kontak dengan orang lain; merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan positif; tidak peduli dengan norma dan nilai yang ada; melakukan hubungan seks secara bebas; tidak peduli dengan norma dan nilai yang ada; melakukan tindakan kekerasan, baik fisik, psikis maupun seksual; dan mencuri. 
Dampak HIV dan AIDS pada kehidupan anak-anak mengarah kepada penderitaan, tragedi dan terpangkasnya kehidupan muda.kondisi-kondisi ini dapat diihat sebagai berikut:
  1. Anak menjadi yatim piatu karena kematian orang tua mereka oleh HIV dan AIDS 
  2. Anak seringkali mendapatkan perlakuan diskriminasi, baik yang dialaminya langsung maupun tidak langsung dengan melihat perlakuan orang lain terhadap orang tuanya yang terinfeksi HIV. 
  3. Anak mengalami pengucilan dari keluarga besarnya, teman-temannya, dilingkungan sekolah, dan masyarakat secara luas.
Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Kegiatan Wisata Religi LKSA Darul Hadlonah ke Jepara


BOYOLALI (5 Jan 20, Beberapa kegiatan di LKSA Darul Hadlonah Boyolali yang setiap tahunnya diselenggarakan salah satunya yaitu "KEGIATAN ZIARAH" atau dapat juga dikatakan sebagai "Wisata Religi". Pada kesempatan kali ini tujuannya adalah Jepara. Kegiatan ziarah yang dilaksanakan rutin setiap tahun ini anak-anak sangat antusias. kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat batiniyah membentuk akhlaq yang baik, meningkatkan kualitas iman dan dapat menghibur anak-anak setelah belajar di sekolah. Kegiatan ziarah ini dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2020 yang melibatkan anak asuh baik dalam panti ataupun non panti, pengasuh dan pengurus LKSA Darul Hadlonah Boyolali. Kegiatan ini dilakukan secara bersama antara LKSA Darul Hadlonah 1 dan Darul Hadlonah 2. Tujuan ziarah/wisata religi ini meliputi  Makan Ratu Kalinyamat Jepara, Makam Syech Abu Bakar di Pulau Panjang Jepara dan Pantai Panjang Jepara. 

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Thursday, March 5, 2020

Sebenarnya Apa dan Siapa Anak Jalanan itu?


I.  PENGERTIAN ANAK JALANAN
Definisi anak menurut UU no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. 

Tidak semua anak Indonesia dapat hidup secara wajar. Banyak anak-anak yang tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik secara jasmani, mental, spiritual dan sosial. Untuk memenuhi kebutuhannya hidupnya mereka mengais rejeki di jalanan dengan menjadi pengamen, tukang semir sepatu, pemulung, tukang jasa payung dan lain sebagainya. Mereka sering disebut  dengan “ anak jalanan”.

Anak jalanan adalah anak yang berusia 5 – 18 tahun, mereka melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya serta melakukan kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan dan pusat-pusat keramaian lainnya. Kondisi tersebut menempatkan mereka hidup dalam kondisi yang penuh dengan ancaman terhadap kesehatan, keamanan jiwa, pendidikannya, kekerasan baik fisik, ekonomi maupun seksual.

Anak jalanan merupakan anak yang tumbuh kembangnya tidak sama dengan anak-anak lainnya oleh karena itu mereka mempunyai ciri-ciri fisik dan psikis yang berbeda dengan anak-anak lainnya yaitu :
  1. Secara Fisik, anak jalanan mempunyai warna kulit kusam, rambutnya berwarna kemerahan, kebanyak badannya kurus dan pakaiannya tidak terurus/kotor.
  2. Secara Psikis, anak jalanan mempunyai mobilitas yang tinggi, sikap acuh tak acuh dengan lingkungan, penuh curiga, sangat sensitif, berwatak keras, kreatif, memiliki semangat hidup, berani menanggung resiko dan mandiri.
II. FAKTOR PENYEBAB KEBERADAAN ANAK JALANAN
A. Tingkatan Mikro (Immediate Causes)
Tingkatan mikro yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya. Pada tingkat mikro sebab-sebab yang dapat diidentifikasi adalah:
  • Lari dari keluarga, disuruh bekerja (yang masih sekolah atau putus sekolah) berpertualang, bermain-main atau diajak teman.
  • Penyebab dari keluarga, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orang tua, salah perawatan, kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga, terpisah dari orang tua, sikap yang salah pada anak, keterbatasan dalam merawat anak sehingga anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial.
B. Tingkatan Messo (Underlying Causes)
Tingkatan messo adalah faktor yang ada dalam masyarakat, dapat identifikasi sebagai berikut :
  • Pada masyarakat miskin, anak adalah aset untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga.
  • Modernisasi, industrialisasi, migrasi dan urbanisasi menjadi kebiasaan orang tuanya sehingga anak-anak mengikutinya.
  • Adanya penolakan masyarakat dan anggapan bahwa anak jalanan selalu melakukan perbuatan tidak terpuji.
C. Tingkatan Makro (Basic Causes)
Pada tingkatan makro adalah faktor yang berada pada tingkat struktur masyarakat, penyebab yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :
  • Ekonomi, adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak perlu membutuhkan modal dan keahlian.
  • Pendidikan membutuhkan biaya yang tinggi, perilaku guru yang diskriminatif, serta birokrasi yang mengalahkan kesempatan anak untuk sekolah.
  • Adanya perbedaan pandangan dari unsur pemerintah terhadap anak jalanan sebagian   memandang anak jalanan sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan sebagian yang lain memandang anak jalanan sebagai pembuat masalah/trouble maker (pendekatan keamanan).
III. PENGELOMPOKKAN ANAK JALANAN 
Pada kenyataannya terdapat pengelompokan anak jalanan, yaitu : 
  1. Kelompok anak jalanan yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (Children Of The Street). Anak jalanan yang termasuk dalam kelompok ini berada di jalanan selama 24 jam dan menggunakan semua fasilitas yang ada di jalanan sebagai ruang hidupnya. Kelompok ini mengembangkan sub struktur untuk mempertahankan hidupnya. Mereka berhubungan erat, saling menolong satu sama lain. Tetapi karena kurangnya pendampingan, perilaku yang dikembangkan lebih banyak bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari sikap mereka yang cenderung liar, susah diatur, reaktif, sensitif, cuek, tertutup tidak tergantung dan bebas. Akibatnya mereka mendapat masalah seperti eksploitasi seks dan fisik, pencurian, perkelahian, masalah penyalahgunaan obat, kesehatan, perjudian dan tindakan kriminal lainnya. Biasanya mereka menjadi pemulung, pengamen, mengemis dan sisanya mereka gunakan untuk tidur.
  2. Anak jalanan yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya (Children On The Street). Anak jalanan yang termasuk dalam kelompok ini biasanya mengontrak rumah secara bersama-sama, biasanya di lingkungan kumuh. Biasanya mereka disebut dengan pekerja migran kota yang pulang menemui keluarganya secara tidak teratur. Mereka biasanya bekerja dari pagi sampai sore. Ruang hidupnya di jalanan terbatas pada tempat kerja. Biasanya penyebab utama mereka menjadi anak jalanan adalah karena ekonomi keluarga, sehingga mereka harus membantu ekonomi keluarga sekaligus untuk menghidupi dirinya.  masalah yang menonjol pada kelompok ini adalah pengaruh teman, berjudi, eksploitasi ekonomi yang dilakukan keluarga. Biasanya mereka menjadi penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung, dan sebagainya.
  3. Anak jalanan yang masih berhubungan teratur dengan orang tuanya. Anak jalanan yang termasuk dalam kelompok ini, mereka masih tinggal dengan orang tuanya. Mereka hanya beberapa jam di jalanan lalu kembali lagi ke rumah. Umumnya masih bersekolah dan ke jalan sebelum dan sesudah sekolah. Motivasi ke jalanan karena terbawa oleh temannya, belajar mandiri, membantu orang tua, disuruh orang tua, kebanyak mereka menjadi penjual koran, penyemir sepatu, pengamen dan sebagainya.     
IV. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI ANAK JALANAN
Selama mereka menjadi anak jalanan mereka akan dihadapkan pada berbagai situasi yang sangat tidak bersahabat, dan menekan. Ada berbagai “orang” yang harus dihadapi oleh anak jalanan.  Berbagai resiko atau permasalahan yang harus dihadapi seperti : menjadi korban kekerasan ( pemerasan, penganiayaan, eksploitasi seksual, penangkapan, perampasan modal kerja) kelangsungan hidup terancam, kurang/salah gizi, stagnasi perkembangan (mental), internalisasi perilaku/sikap yang menyimpang kriminlaitas, destruktif dan seks bebas), ancaman tidak langsung (zat polutan, kecelakaan lalu lintas, HIV/AIDS serta keterkucilan dan stigmatisasi sosial.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Thursday, January 23, 2020

Apa Itu Anak Terlantar?

A. PENGERTIAN
Anak merupakan investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai generasi penerus di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya. Anak memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau keluarganya sehingga secara mendasar hak dan kebutuhannya dapat terpenuhi secara baik. Anak seyogyanya harus dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat jasmani dan rohani, merupakan aset yang akan menentukan kualitas peradaban bangsa.

Fenomena yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah maraknya anak-anak terlantar, meningkatnya angka penduduk miskin telah mendorong meningkatnya anak-anak terlantar. Pada umumnya anak-anak terlantar mengalami masalah seperti kesulitan ekonomi, menderita gizi buruk, kurang perhatian dan kasih sayang orang tua, tidak bisa menjalankan pendidikan secara maksimal dan lain sebagainya.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979, Anak Terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi secara wajar, baik jasmani, rohani maupun sosial. Sementara menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 menyatakan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar baik fisik, mental, spiritual dan sosial.

Pengertian Anak Terlantar menurut Kementerian Sosial adalah anak usia antara 5 – 18 tahun  karena sebab orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan; miskin, tidak mampu, salah seorang atau kedua-duanya sakit atau meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh/pengampu) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan baik secara jasmani, rohani dan sosial. 
B. Ciri-Ciri Anak Terlantar 
Ada beberapa ciri-ciri dari anak terlantar, menurut Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 27, karakteristik anak terlantar adalah sebagai berikut :
  1. Mereka adalah anak laki-laki ataupun perempuan berusia 5-l8 tahun.
  2. Tidak memiliki ayah, karena meninggal (yatim) atau ibu karena meninggal tanpa dibekali secara ekonomis untuk belajar, atau melanjutkan pendidikan dasarnya.
  3. Orang tua sakit-sakitan dan tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap. Penghasilan tidak tetap dan sangat kecil dan tidak mampu membiayai sekolahnya.
  4. Orang tua tidak mempunyai tetap tinggal yang tetap baik itu rumah sendiri atau sewaan.
  5. Tidak memiliki ibu dan bapak (yatim piatu) dan saudara serta belum ada orang lain yang menjamin kelangsungan pendidikan pada tingkatan dasar dalam kehidupannya.
  6. Anak yang tidak terpebuhi kebutuhan dasarnya.
  7. Anak yang lahir karena tindak pemerkosaan dan tidak mendapat pendidikan.  
C. Penyebab Timbulnya Permasalahan Anak Terlantar 
Ada berbagai penyebab anak mengalami keterlantaran sehingga mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. 
Penyebab anak terlantar yaitu : 
l. Faktor keluarga 
Adanya kelalaian orang tua terhadap anaknya sehingga anak merasa ditelantarkan. Anak-anak sebenarnya hanya membutuhkan perlindungan orang tuanya untuk tumbuh dan berkembang. 
2. Rendahnya pendidikan orang tua
Rendahnya pendidikan orang tua, sehingga mereka tidak mengetahui dan memahami fungsi dan peran sebagai orang tua dan ketidaktahuan akan hak-hak anak. Di lingkungan masyarakat miskin pendidikan cenderung diterlantarkan karena krisis kepercayaan pada pendidikan serta ketiadaan biaya pendidikan 
3. Faktor sosial, politik dan ekonomi
Akibat situasi krisis ekonomi yang tak kunjung selesai, anggaran pemerintah lebih banyak untuk masalah utang negara, dibandingkan dengan memperbaiki masalah ekonomi masyarakat aspek kesehatan, pendidikan dan perlindungan sosial anak 
4. Kelahiran di luar nikah 
Seorang anak yang kelahirannya tidak dikehendaki pada umumnya sangat rawan untuk diterlantarkan bahkan diperlakukan salah (child abuse) pada tingkat ekstrem perilaku penelantaran anak bisa berupa tindakan pembuangan anak untuk menutupi aib atau karena ketidaksanggupan orang tua untuk melahirkan dan memelihara anaknya secara wajar.
D. Permasalahan yang Dihadapi Anak Terlantar 
Sesuai dengan kondisi dari anak terlantar maka permasalahan yang dihadapi anak terlantar adalah anak merasa kasih sayang orang tua yang didapatkan tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain, merasa kurang percaya diri, malu, dan tertekan. Mereka umumnya mencari pelarian dan tidak jarang yang akhirnya terjerat dengan pergaulan bebas dan masalah penyalahgunaan obat. 

Permasalahan lain yang dirasakan oleh mereka adalah kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang, kehilangan hak untuk bermain, dan aanak mengalami masalah eksploitasi ekonomi, psikologis dan sosial.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||