:: SELAMAT DATANG - SUGENG RAWUH - WELCOME ::

WEBSITE LKSA DARUL HADLONAH BOYOLALI

Gedung Asrama Anak Asuh Putri

LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Gedung Asrama Anak Asuh Putra

LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Foto Bersama dalam Acara Penyerahan Sertifikat Akreditasi LKSA

Alhamdulillah LKSA Darul Hadlonah sudah terakreditasi

Kunjungan BALKS ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Tim Asesor Akreditasi LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

TEPAK (Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga)

Kegiatan TEPAK LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Character Building

Kegiatan Karakter Membangun Karakter di LKSA Darul Hadlonah 1 Boyolali

Indahnya berbagi antar sesama

Makan Bersama Donatur di LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Yonif Raider 408/SBH Berbagi

Kegiatan Bakti Sosial Yonif Raider 408/SBH ke LKSA Darul Hadlonah 2 Boyolali

Pelatihan Metodologi Qiroati LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Kegiatan Pelatihan Metodologi Qiroati di Asrama Putra LKSA Darul Hadlonah Boyolali

Monday, December 7, 2020

Pelatihan Metodologi Qiroati LKSA Darul Hadlonah Boyolali



Melihat banyaknya fenomena yang terjadi yang berkaitan dengan bacaan Al Qur’an. Banyak orang yang membaca Al Qur’an tanpa memperhatikan kaidah bacaan (tajwid), sehingga dalam membacanya banyak yang salah sehingga merubah arti dari yang sebenarnya. Seperti contoh bacaan imam dalam sholat, imam dituntut untuk membaca Al Qur’an dengan fasih menggunakan kaidah bacaan (tajwid) karena hal itu merupakan syarat untuk menjadi seorang imam. Melihat dari fenomena inilah perlu diadakan pembelajaran Al Qur’an sejak dini. Dalam membaca Al Qur’an kita sebagai umat Islam dituntut untuk membaca dengan benar (fasih) sesuai dengan kaidah tajwid yang berlaku. Dari tuntutan inilah bermunculan metode-metode baca Al Qur’an, diantaranya adalah Metode Klasik Alif Ba Ta, Metode Iqro, Metode Al Hira’, Metode Al-Barqi, Metode BaQmi dan Metode Qiroati.

Metode Alif Ba Ta adalah metode klasik yang bertahan lama. Hampir semua lembaga pendidikan Islam menerapkan metode Alif Ba Ta untuk mengajarkan Al Qur’an. Metode ini lebih menekankan pada ejaan. Sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya hingga mencapai Al Qur’an. Namun beberapa kelebihan dari metode ini adalah para anak asuh mengenal huruf asli tanpa diberi baris. Setelah metode Alif Ba Ta hilang maka muncullah metode Iqro’. Jilid pertama dalam metode iqro’ anak asuh langsung mengenal huruf yang sudah diberi baris tanpa terlebih dahulu dikenalkan huruf aslinya. Sehingga anak asuh tidak mengenal huruf asli, namun metode ini lebih ditekankan pada baris-baris dalam bacaan. Pada metode iqro’ anak asuh harus menyelesaikan sampai jilid VI sehingga perlu waktu yang lama untuk menyelesaikannya.

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali adalah lembaga yang memiliki banyak program dalam bidang keagamaan. Karena selain sekolah formal yang menjadi tujuan utama dari lembaga tersebut Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali juga memiliki beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pemahaman dan penguasaan Al Qur’an. Pemahaman dan penguasaan Al Qur’an bisa melalui menghafal dan tahsin Al Qur’an. Untuk meningkatkan kemampuan bacaan Al Qur’an, anak – anak asuh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali menggunakan beberapa metode dalam membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan bacaan. Salah satunya adalah metode Qiroati. Metode Qiroati dipandang sebagai metode yang efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca Al Qur’an anak asuh.

Berdasarkan beberapa hal tersebut Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali mengadakan kegiatan Pelatihan Metodologi Qiroati. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 4 (empat) hari yaitu tanggal 6, 11, 12, dan 13 Desember 2020 bertempat di Aula Lantai 2 putra LKSA Darul Hadlonah Boyolali. Kegiatan tersebut diawali dengan acara pembukaan dengan sambutan dari ketua YKMNU Kabupaten Boyolali, Ny. Hj. Wiqoyatun, S.Ag dan pelatihan selanjutnya disampaikan oleh 3 Guru yaitu, Pak Wahid, Bu Siti Zuhriyah, dan Pak Muntaha selama 1 hari. Semoga dengan adanya pelatihan ini khususnya yang mengikuti pelatihan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hadlonah Boyolali dapat lebih memahami tentang cara dan konsep menghafal Al Qur’an dengan metode Qiroati.

Dikutip dari berbagai sumber


|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||


Thursday, September 10, 2020

Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK)


PENGERTIAN UMUM

A. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 

B. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Menyebutkan bahwa kelompok rentan adalah salah satu sasaran dari penyelenggaraan penanggulangan bencana, melalui kegiatan penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud adalah bayi, balita dan anak-anak; ibu yang sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat; dan lanjut usia.

C. Permensos No. 8 tahun 2012, tentang Pedoman Pendataan & Pengelolaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang disabilitas, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. 

Berdasarkan pengertian tersebut, anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia 6 (enam) sampai dengan 18 tahun, yang berada situasi dan kondisi sebagai berikut:

Dalam Situasi Darurat 

  1. Korban perdagangan dan eksploitasi, ekonomi dan sosial
  2. Korban kekerasan 
  3. Kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil
  4. Menjadi korban penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) 
  5. Terinfeksi HIV/AIDS 

Pengertian Khusus, Kriteria dan Ciri-Ciri:

  1. Anak dalam situasi darurat
  2. Anak yang menjadi pengungsi
  3. Anak korban kerusuhan
  4. Anak korban bencana alam
  5. Anak Dalam situasi konflik bersenjata


Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||


Anak Korban Kekerasan


Faktor Diri Sendiri Anak

Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamental lemah, ketidaktahuan akan hak-haknya, anak terlalu bergantung kepada orang tua

Perilaku Menyimpang pada Anak

Menderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis disebabkan ketergantungan anak kepada lingkungannya

Faktor Lingkungan

Faktor orang tua/keluarga, antara lain praktek-praktek budaya yang merugikan anak seperti kepatuhan anak kepada orang tua, dibesarkan dengan penganiayaan, gangguan mental, belum mencapai kematangan fisik, emosional maupun sosial, terutama bagi mereka yang mempunyai anak sebelum berusia  20 tahun, dan pecandu minuman keras dan obat

Faktor lingkungan sosial/komunitas, antara lain kemiskinan, kondisi sosial ekonomi yang rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri, status wanita yang dipandang rendah, sistem keluarga patriarkhal, dan nilai masyarakat yang terlalu individualistis.


Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||


Monday, June 1, 2020

Anak Balita Terlantar


Anak Balita Terlantar
Pengertian Anak Balita terlantar menurut Kementerian Sosial RI adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial. 
Adapun kriteria keterlantaran anak balita adalah sebagai berikut :
  1. Terlantar/ tanpa asuhan yang layak;
  2. Berasal dari keluarga sangat miskin / miskin;
  3. Kehilangan hak asuh dari orangtua/ keluarga;
  4. Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang tua/keluarga;
  5. Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan; dan
  6. Anak balita yang menderita gizi buruk atau kurang.
Program Pelayanaan Anak Balita Terlantar
"Balita terlantar tentunya akan menjadi anak negara, diasuh di panti–panti sosial dan akan tetap berada di bawah pengawasan pemerintah, kalau tidak ditangani secara cepat akan ada oknum – oknum tertentu yang akan memanfaatkan situasi tersebut, Ini menjadi hal yang ironis dan memprihatinkan, seyogyanya ada kesadaran dari semua pihak baik aparat pemerintah maupun masyarakat betapa pentingnya memperhatikan hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh kembang, mendapatkan perlindungan dan berpartisipasi. Terbatasnya cakupan program untuk menjangkau anak-anak dari keluarga miskin yang jumlahnya besar, belum optimalnya kerjasama antara lembaga-lembaga. 

Kementerian Sosial telah menindaklanjuti untuk merumuskan Rencana Strategis Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak 2010-2014 dan menjadi acuan utama ditetapkannya Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), program PKSAB akan terus disosialisasikan agar masyarakat bisa lebih mengetahui program nasional pemerintah. Salah satu upaya pemerintah untuk merespon keragaman kebutuhan esensial anak secara individual, sehingga hak dasar anak yakni hak hidup, tumbuh kembang, pengasuhan dan perlindungan, serta hak partisipasi dapat dipenuhi, dan masalah-masalah sosial anak dapat diatasi secara signifikan melalui Program Kesejahteran Sosial Anak Balita (PKSAB). PKSAB merupakan  program yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan yang mampu menjangkau sasara dengan lebih adil dan merata.

Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak. 
PKSA ini meliputi : 
- Bantuan/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar, 
- Aksesbilitas pelayanan sosial dasar, 
- Penguatan orangtua/keluarga 
- Penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. 

Tujuan dari PKSA adalah untuk mewujudkan pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi, sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud.

Kriteria Penerima Program
Penerima manfaat program ini diprioritaskan kepada anak-anak yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. 

Prioritas penerima manfaat dibagi dalam 6 (enam) kelompok, meliputi: 
  • Anak balita terlantar dan/atau membutuhkan perlindungan khusus (5 tahun ke bawah). 
  • Anak telantar/tanpa asuhan orangtua (6 – 18 tahun), meliputi: anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orangtua/keluarga atau anak  kehilangan hak asuh dari orangtua/keluarga.
  • Anak terpaksa bekerja di jalanan (6-18 tahun) meliputi: anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, anak yang bekerja dan hidup di jalanan. 
  • Anak berhadapan dengan hukum (6 – 18 tahun) meliputi: anak yang diindikasi melakukan pelanggaran hukum, anak yang mengikuti proses peradilan, anak yang berstatus diversi, anak yang telah menjalani masa hukuman pidana, dan anak yang menjadi korban perbuatan pelanggaran hukum. 
  • Anak dengan kecacatan (0 – 18 tahun), meliputi: anak dengan kecacatan fisik, anak dengan kecacatan mental dan anak dengan kecacatan ganda.
  • Anak yang memerlukan perlindungan khusus lainnya (6 – 18 tahun), meliputi: anak dalam situasi darurat, anak korban trafficking (perdagangan), anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak korban eksploitasi, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi serta dari komunitas adat terpencil, anak yang menjadi korban penyalagunaan narkotika, alcohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), serta anak yang terenfeksi HIV/AIDS. 
PERSYARATAN DAN KEWAJIBAN PENERIMA MANFAAT/LAYANAN
Sasaran penerima layanan PKSA, baik anak, orangtua/keluarga maupun lembaga kesejahteraan sosial yang menjadi mitra pendamping harus memenuhi persyaratan (conditionalities) sebagai berikut:
  • Adanya perubahan sikap dan perilaku (fungsi sosial) ke arah positif. 
  • Intensitas kehadiran dalam layanan sosial dasar dari berbagai organisasi/lembaga semakin meningkat.
  • Peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang bermitra dengan instansi sosial dalam mendampingi anak sehingga anak dapat terhindar dari penelantaran, eksploitasi, kekerasan dan diskriminasi. 
PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan dan bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat (conditional cash transfer), yang meliputi: 
  • Bantuan sosial/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar.
  • Peningkatan aksesbilitas terhadap pelayanan sosial dasar (akte kelahiran, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal dan air bersih, rekreasi, ketrampilan dan lain-lain).
  • Penguatan dan tanggungjawab orangtua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak. 
Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||

Saturday, May 30, 2020

Perdagangan Anak


Dampak perdagangan anak tidak hanya dirasakan oleh anak sebagai korban, akan tetapi dirasakan pula oleh keluarganya.
Dampak bagi anak
Anak mengalami permasalahan tumbuh kembang anak baik secara kognitif, psikis, fisik, maupun dampak sosial dan perilaku.
  • Dampak secara kognitif, anak mempunyai IQ yang lemah, prestasi akademik yang buruk, bahkan anak mengalami drop out dari sekolah, dan kemampuan bahasa yang rendah
  • Dampak secara psikis, dampak perdagangan akan menghancurkan anak. Anak mengalami penderitaan yang akut akibat terpisah dari keluarganya dan jauh dari rumahnya. Anak akan mengalami trauma atau rasa frustrasi terhadap peristiwa yang dialaminya. Peristiwa frustrasi dan traumatis ini dialami tidak sama antara satu korban dengan korban yang lainnya. 
  • Dampak secara fisik, adalah gizi buruk dikarenakan pola makan yang tidak teratur serta kualitas makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi standar gizi seimbang yang seharusnya dikonsumsi oleh anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan
  • Dampak sosial dan perilaku, anak menjadi pasif, tidak asertif atau perilaku menarik diri dari lingkungannya. Perilaku ini muncul karena anak dalam waktu yang lama terpisah baik dari lingkungan sebayanya maupun lingkungan keluarganya. Akibatnya anak tidak dapat bergaul dengan anak-anak lain seusianya dan kehilangan komunikasi dengan keluarganya. Anak akan tumbuh menjadi peribadi yang kasar karena mereka biasanya tidak mengenal norma atau aturan yang berlaku dalam masyarakat. anak selalu curiga kepada orang-orang yang berupaya memberikan bantuan padanya karena mereka biasanya diajarkan tidak mudah percaya kepada orang lain, walaupun mempunyai itikad yang baik.
Anak korban perdagangan anak, juga berdampak kepada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak, seperti tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, kondisi tempat tinggal yang tidak bersih dan tidak aman, pengasuhan yang tidak tepat, dan kebutuhan akan pendidikan. Anak juga akan kehilangan hak-haknya, antara lain:
  • Hak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
  • Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
  • Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
  • Hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat  kecerdasannya sesuai dengan bakatnya.
Dampak bagi keluarga
Keluarga yang memiliki anak korban perdagangan tidak dapat memelihara keseimbangan didalam keluarga karena mengalami gangguan. Keluarga tidak dapat berfungsi sebagai penyeimbang (homeostatis). Keluarga telah gagal dalam melakukan pengasuhan kepada anak karena tidak dapat memberikan perlindungan kepada anaknya sehingga mereka terjerembab dalam lingkaran perdagangan manusia yang sulit untuk dapat diselesaikan. Keluarga kehilangan fungsi kontrol pertumbuhan dan kehidupan anak karena mereka hidup terpisah dan tidak memiliki orang lain yang dapat diandalkan untuk mengawasi anaknya diluar pengawasan keluarganya.

Dikutip dari berbagai sumber

|| Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Darul Hadlonah Boyolali || LKSA || PSAA || Panti Asuhan || Darul Hadlonah ||